TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar menjadi sorotan publik setelah memutus mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto terhadap KPK.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutisna mengatakan Cepi dipilih menjadi hakim yang menangani praperadilan yang diajukan oleh Novanto karena paling senior di antara hakim lain. Dia juga dinilai memiliki integritas baik.
"Beliau sudah senior juga sudah teruji integritasnya," kata dia.
Cepi bukanlah orang baru di lembaga yudikatif.
Pria kelahiran 15 Desember 1959 (57 tahun) itu, telah 25 tahun berkutat di lembaga peradilan.
Sebelum bertugas di PN Jaksel, Cepi pernah menjadi Ketua PN Purwakarta pada periode 2013-2015. Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua di PN Depok, Humas di PN Bandung dan bertugas di PN Tanjung Karang, Lampung pada periode 2011-2012.
Data yang dihinpun oleh Tribun, hakim Cepi telah tiga kali menyidangkan perkara mengenai tindak pidana korupsi.
Pada 2007 Cepi sempat ditunjuk sebagai ketua majelis hakim kasus korupsi pengadaan buku fisika dan biologi untuk sekolah menengah pertama dengan terdakwa Joko Sulistio.
Dirinya saat itu tengah mengabdi di Pengadilan Negeri Bandung.
Cepi yang memimpin sidang, memberi putusan bahwa Joko tidak terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang dan divonis bebas olehnya.
Baca: Kisah Taufik Jadi Korban Hoax Medsos, Warung Baksonya Sepi Pelanggan, Ini yang Terjadi
Padahal Joko saat itu mejabat sebagai ketua pengadaan buku SLTP pada Dinas Provinsi Jawa Barat dan diduga telah merugikan negara sebesar Rp 5,1 miliar.
Bukan hanya itu, pada 2011 saat bertugas di PN Tanjung Karang, Cepi sempat memimpin majelis hakim dalam perkara korupsi pengadaan alat customer information system (CIS) dengan terdakwa Hariadi Sadono. Hariadi diketahui merupakan mantan Direktur PT PLN (Persero) Lampung.
Pada perkara korupsi yang merugikan negara hingga Rp 42,3 miliar itu Cepi menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 36 bulan kurungan penjara.