Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi meminta Menteri Koordinator Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, menginisiasi nota kesepahaman (MoU) antara TNI dan lembaga non militer soal penggunaan senjata kombatan.
Hal ini terkait kisruh impor ratusan senjata jenis Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) yang didatangkan dari Bulgaria untuk Korps Brimob.
"Bila perlu diinisiasi MoU antara TNI dan 12 instansi non militer yang menggunakan senjata, agar senjata kombatan tidak dimiliki instansi selain TNI," kata Bobby saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Senin (2/10/2017).
Baca: Ini Penjelasan Polri Soal 280 Senjata Impor di Bandara Soekarno-Hatta
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan spesifikasi senjata yang tidak diperbolehkan bagi lembaga non militer seperti Polri satu di antaranya senjata otomatis.
"Spesifikasi kira-kira: penggerak kombinasi mekanik dan gas, tembakan tunggal, semi otomatis (rentetan dua atau tiga peluru) dan otomatis full (rentetan), jarak tembak efektif 100 meter ke atas, kaliber 5.56 ke atas, peluru tajam dan peluru tajam inti baja," kata Bobby.
Bobby menjelaskan, DPR juga mendorong Wiranto segera menyelesaikan polemik impor senjata ilegal bagi institusi di luar TNI.
Baca: Soal Impor Senjata, Kakor Brimob Sebut Senjata SAGL Bukan Untuk Anti Tank Tapi Untuk Alat Kejut
Menurutnya, prosedur pengadaan senjata perlu ditata ulang dengan merujuk pada sejumlah regulasi agar tidak terjadi penyalahgunaan.
Rujukan aturan itu seperti Inpres Nomor 9 tahun 1976 tentang Pengawasan Senjata Api, Permenhan nomor 7 tahun 2010 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senpi di luar Kementerian Pertahanan dan TNI, dan UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.
Baca: Senjata Api dan Amunisi Impor Dikirim Pakai Pesawat Carter Maskapai Ukraine Air Alliance
"Komisi I mendorong pemerintah via Menko Polhukam segera tuntaskan soal kesimpang siuran impor senpi kombatan ke instansi non militer," kata Bobby.