TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meningkatkan kasus dugaan suap terhadap Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Utara terkait Perkara Banding Tindak Pidana Korupsi yang ditangani PT Sulawesi Utara ke tingkat penyidikan.
Diketahui, kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (6/10/2017) malam di sebuah Hotel di Pecenongan, Jakarta Pusat.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan dari OTT ini pihaknya mengamankan lima orang yakni Aditya Anugrah Moha (AAM)-Anggota DPR RI Komisi XI, Sudiwardono (SDW)-Ketua PT Sulawesi Utara, Y-istri dari Sudiwardono, YM-Ajutan Aditya Anugrah, dan M-sopir dari Aditya Anugrah.
"Diduga ada pemberian uang terkait dengan penanganan perkara banding dengan terdakwa Marlina Moha Siahaan (Bupati Kab Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2011) untuk mempengaruhi putusan banding dalam perkara tersebut serta agar penahanan terhadap terdakwa tidak dilakukan," beber Laode M Syarif, Jumat (7/10/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Selanjutnya, KPK menetapkan status tersangka pada dua orang yakni Aditya Anugrah Moha (AAM)-Anggota DPR RI Komisi XI sebagai pemberi dan Sudiwardono (SDW)-Ketua PT Sulawesi Utara sebagai penerima.
Dalam OTT tersebut, penyidik juga menyita barang bukti suap uang sebesar SGD 30 ribu dalam amplop putih dan SGD 23 ribu di amplop coklat. Uang dalam amplop coklat diduga sisa pemberian sebelumnya.
"Selain itu tim juga mengamankan uang senilai SGD 11 ribu di mobil AAM. Uang ini diduga bagian dari total komitmen fee keseluruhanyakni SGD 100 ribu atau Rp 1 miliar," terang Laode M Syarif.
Sebagai pihak diduga penerima, Sudiwardono (SDW)-Ketua PT Sulawesi Utara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 200w.
Sebagai pihak pemberi, Aditya Anugrah Moha (AAM)-Anggota DPR RI Komisi XI disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.