Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyinggung putusan hakim tunggal Cepi Iskandar dalam memutus gugatan praperadilan Setya Novanto.
Menurutnya, banyak hakim yang dibully lantaran putusannya berbeda pandangan dengan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Gedung Putih Memanas, Presiden Trump Tantang Menlu AS Lakukan Psikotes
Seperti pada kasus sidang praperadilan Setya Novanto atas gugatan penetapan tersangka oleh KPK, dalam kasus korupsi e-KTP. Hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan bahwa penetapan tersangka Novanto tidak sah.
"Seperti kasus Hakim Cepi ini kan. Begitu dia membebaskan seseorang, dihajar habis-habisan, dikulitin. Gak boleh itu. Keputusan hakim itu dibiasakan tidak boleh didiskusikan, tapi dilaksanakan. Ini di kita dihajar habis-habisan," kata Fahri kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/10/2017) malam.
Untuk itu dirinya berpesan kepada Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali supaya tidak takut mengevaluasi independensi peradilan dan tidak perlu menghiraukan mengenai desakan mundur yang dilontarkan sejumlah pihak, menyusul adanya OTT hakim Pengadilan Tinggi yang membuat jabatan hakim di mata publik menjadi buruk.
"Justru evaluasinya kepada Pak Hatta itu adalah evaluasi lah independensi peradilan. Jangan ngambek gitu loh. Tapi evaluasi independensi peradilan. Itu yang harus berani, itu masa depan kita. Dan jangan Pak Hatta Ali membiarkan dirinya diintimidasi. Dia harus berani, kuat," kata Fahri.
Lebih lanjut Fahri mengatakan, seorang hakim dan persidangan yang dipimpin harus dijaga wibawanya.
Fahri mengaku DPR sudah menjaga wibawa hakim dengan luar biasa.
"Mulai dari hubungan kerja sampai kepada remunerasi. Sehingga prioritas remunerasi nasional telah diberikan kepada hakim. Tapi hakimnya tidak menjaga independensi ruang sidangnya," kata Fahri.