TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perombakan yang dilakukan Setya Novanto di kepengurusan DPP Golkar adalah sebuah langkah yang sangat berani.
Jika langkah ini tidak dihitung secara cermat, menurut pengamat politik Sebastian Salang, bukan tidak mungkin akan menimbulkan gejolak baru di tubuh partai beringin itu.
"Jika demikian yang terjadi, maka perombakan ini menjadi kontra produktif bagi partai itu sendiri," ujar Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini kepada Tribunnews.com, Jumat (13/10/2017).
Mengapa demikian?
Ada beberapa faktor penting yang perlu dicermati. Pertama, menurut Sebastian Salang, partai ini baru saja selesai dengan konflik yang berdarah-darah dan menghabiskan waktu serta energi yang tidak sedikit untuk menyelesaikannya.
"Jangan lupa, banyak kader yang terluka dan banyak kader yang berkontribusi untuk menyatukan kembali partai," katanya.
Karena itu, tegasnya, upaya konsolidasi internal dan menyembuhkan berbagai luka politik masih butuh waktu.
Baca: Fahri Ingatkan Anies-Sandi Tidak Boleh Partisan
Kedua, kepengurusan Setya Novanto relatif masih baru. Karena itu, upaya membangun soliditas kepengurusan menjadi prioritas.
Tetapi, dia mengingatkan, kalau saling memecat dan memasukan orang baru kedalam kepengurusan, pasti akan menimbulkan perlawanan dari kadernya.
Hal itu akan mengganggu perjalanan kepengurusan. Apalagi menjelang agenda Pilkada dan Pemilu 2019. Perombakan dalam hal ini akan merugikan partai itu sendiri.
Ketiga, ia jabarkan, masuknya sejumlah nama baru dan dianggap bukan kader Golkar, akan menimbulkan kecemburuan dan antipati dari kader yang merasa berjuang habis-habisan demi partai namun dicampakan begitu saja, lalu memakai orang baru.
Dua Jenderal Bergabung Golkar
Partai Golkar memasukkan sejumlah nama dalam kepengurusan partai. Sebut saja nama Letjen TNI (Purn) Eko Wiratmoko yang disebut akan menggantikan Yorrys Raweyai sebagai Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai Golkar.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan hal tersebut tak menjadi masalah. Dalam sejarahnya, Golkar memang didirikan oleh tokoh-tokoh TNI.
"Jadi kalau ada jenderal masuk Golkar itu berarti kembali ke khittah (garis perjuangan)," kata Idrus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/10/2017).
Bahkan, Idrus berharap semakin banyak jenderal atau tokoh berlatarbelakang militer bergabung dengan partainya.
Dengan bergabungnya Eko, maka Golkar memiliki dua jenderal TNI purnawirawan di posisi Ketua Koordinator. Sebelumnya, sudah ada Letjen TNI purn Lodewijk Freidrich Paulus sebagai Ketua Koordinator Bidang Kajian Staretgis dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Roem mengakui bahwa Eko baru saja bergabung dengan Golkar pasca pensiun dari TNI pada 2016.
"Kalau mau masuk jangan hanya dua dan tiga tapi masuk lagi saja yang banyak," tuturnya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Kesejahteraan Masyarakat DPP Partai Golkar Roem Kono turut menjelaskan perihal penempatan yang ditempati purnawirawan jenderal TNI pada posisi Korbid Polhukam.
Menurutnya, figur berlatar belakang TNI dibutuhkan dalam rangka ketahanan nasional.
"Bangsa kita akan rapuh kalau ketahanan nasional kita rapuh. Ketahanan nasional harus didukung oleh politik," kata Roem.
Ia menambahkan, alasan spesifik penunjukan purnawirawan jenderal TNI untuk menempati posisi strategis partai merupakan hak Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Namun, menurutnya hal itu merupakan hal biasa yang tak perlu dipermasalahkan
"Dari kemarin-kemarin juga banyak tentara yang masuk. Pak Lodewijk, ada juga beberapa dari polisi. Kan tidak ada masalah, kenapa ini dimasalahkan. Jadi saya kira itu biasa," ucap Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.
Partai Golkar melakukan revitalisasi di jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat. Surat revitalisasi bernomor KEP-252/DPP/Golkar//X/2017 sudah diteken Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham pada 2 Oktober lalu.
Dalam surat tersebut, tercantum pengurus partai Golkar yang baru. Salah satunya adalah Letjen TNI (Purn) Eko Wiratmoko. Eko menggeser posisi Yorrys Raweyai sebagai Ketua Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Idrus mengatakan, perubahan kepengurusan ini merupakan amanat Rapimnas Golkar di Balikpapan, dua bulan lalu. Setya Novanto sebagai ketua umum diberi mandat sepenuhnya untuk melakukan penyegaran kepengurusan.