TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dan memeriksa anggota DPRD Malang.
Sebelumnya, sebanyak enam anggota DPRD Malang juga pernah diperiksa pada Agustus 2017 lalu.
Pemeriksaan pada anggota DPRD Malang ini dilakukan terkait kasus korupsi yang menjerat Ketua DPRD Kota Malang, M Arief Wicaksono (MAW).
Baca: Polisi Belum Terima Surat Penangguhan Penahanan Pemilik Situs Nikahsirri.com
"Dua anggota DPRD Malang, Yaqud Ananda Gudban dan Priyatmoko Oetomo diperiksa sebagai saksi untuk MAW di kasus dugaan korupsi pembahasan APBD Pemkot Malang TA 2015," ujar Juru bicara KPK, Febri Diansyah, Jumat (13/10/2017).
Pemeriksaan para anggota DPRD Malang ini digilir karena di dalam pembahasan APBD, semua anggota DPRD ikut terlibat sehingga keterangan mereka dibutuhkan oleh penyidik.
Febri menambahkan pemeriksaan padaYaqud Ananda Gudban dan Priyatmoko Qetomo juga bukan kali pertama, sebelumnya mereka juga telah diperiksa pada Senin (21/8/2017) silam.
Baca: Pelayan Restoran Ini Tak Sadar Kehadiran Kahiyang Jokowi dan Tunangannya
Diketahui, mantan Ketua DPRD Kota Malang, Mochamad Arief Wicaksono (MAW) telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)..
Ia diduga menerima suap dari dua pihak berbeda, alhasil Arief Wicaksono harus menyandang dua status tersangka berbeda sekaligus di KPK.
Di kasus pertama Arief Wicaksono disinyalir menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Malang, Jarot Edy sebesar Rp 700 juta. Suap tersebut terkait pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015.
Di perkara kedua, Arief Wicaksono diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 250 juta dari tersangka Hendrawan Maruszaman (HM), Komisaris PT ENK.
Suap tersebut terkait dengan penganggaran kembali proyek Jembatan Kedungkandang APBD tahun anggaran 2016.
Diduga Arief Wicaksono menerima Rp 250 juta dalam proyek jembatan kedungkandang yang dikerjakan secara multi years tahun 2016-2018, dengan nilai proyek 98 miliar.
Berkaitan kasus kedua, KPK kembali menetapkan Arief wicaksono dan Hendarwan Maruszaman sebagai tersangka.
Arief selaku pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Kemudian sebagai pihak pemberi, Jarot dan Hendrawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.