Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga tahun masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia Ke-7 Joko Widodo atau Jokowi, supir bajaj pengantar Jokowi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rahmat atau Mamat keluhkan tingginya tarif dasar listrik.
Usai narik, Mamat mengungkapkan bahwa kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) cukup membebaninya.
Menurut Rahmat kenaikan TDL selama masa tiga tahun pemerintahan Jokowi tepat pada 20 Oktober 2017 lalu bisa mencapai 50 persen.
Baca: Diminta Pelanggannya Menunggu, Pengemudi Taksi Online Malah Menjarah Barang Berharga
"Cuma saya kepengen mah satu aja. Tarif dasar listriknya. Saya kerasanya di situ. Emang si naiknya nggak seberapa, cuman kan orang kecil seperti saya bisa ngerasain. Saya biasanya Rp. 60 ribu, sekarang bisa Rp. 90 ribu. Harusnya bisa buat kebutuhan lain, sekarang mah buat bayar listrik," ungkap Rahmat dengan memegang handuk kecil berwarna merah muda di tangannya.
Menurut sepengetahuan Mamat, naiknya biaya listrik yang harus dibayarkannya untuk rumah mertua di kampungnya di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat itu disebabkan oleh dicabutnya subsidi tarif dasar listrik.
Di rumah mertuanya itu istri dan dua orang anak Mamat tinggal. Kini putrinya yang pertama tengah duduk di bangku kelas tiga SMP N 1 Dukuh Puntang, Palimanan. Sementara itu, putra Mamat yang kedua tengah masuk Taman Kanak-Kanak.
Untuk soal pendidikan, Mamat sendiri merasa terbantu karena putrinya bisa bersekolah gratis sejak masuk SMP.
Putri Mamat masuk SMP tepat di tahun ketika Jokowi resmi memerintah Negara Republik Indonesia pada 2014 lalu. Mamat mengungkapkan kalau selama ini putrinya tidak pernah dipungut biaya apapun dari sekolah.
"Kalo pungutan dari sekolah nggak ada. Uang gedung nggak ada. Waktu masuk aja buat beli baju beberapa setel di pasar," ungkap Mamat saat ditemui di Jl. Kebun Jeruk IX, Tamansari, Jakarta Barat.
Selain itu, Mamat juga mengapresiasi program BPJS yang dikeluarkan pemerintah. Mamat sangat terbantu ketika kedua anaknya tersebut sakit di kampung.
Menurut Mamat, meski anaknya hanya sakit demam biasa dan menggunakan program BPJS, namun program itu sangat membantu anggota keluarga lain yang pernah sakit lebih parah dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit.
"Kan dulu saya punyanya Jamkesmas, sekarang BPJS. Paling kerasanya kalo saya di bidang itu (kesehatan) yang saya alami. Kemaren aja sodara saya yang di kampung itu sakit di rumah sakit. Alhamdulillah, karena kan pake BPJS. Walaupun beberapa hari kan nggak ditagih bayaran," ungkap Rahmat di depan sebuah warung milik orang tua angkatnya itu.
Berbeda seperti teman-temannya yang mengeluhkan hadirnya ojek online dan taksi online, Mamat justru melihat hadirnya kedua transportasi alternatif itu sebagai sebuah persaingan yang wajar.
Sejauh ini Mamat merasa masih sanggup menutupi setoran bajajnya sejumlah Rp. 100 ribu per hari. Mamat yang setiap hari mulai narik dari pukul 05.00 WIB setiap pagi sampai pukul 19.00 WIB mengaku hanya menghabiskan Rp. 15 ribu setiap hari untuk membeli bahan bakar gas untuk bajaj milik orang tua angkatnya itu.
"Kalo narik sih, asal kita dikasih sehat sih ada aja rezeki mah. Asalkan jangan ngeluh. Sama aja sih kita ngeluh nggak ada yang nambahin. Percuma sih kita ngeluh, pikir saya mah gitu aja. Asalkan kita giat sih ada aja rezeki," ungkap Mamat.
Untuk harga kebutuhan pokok sendiri Mamat tidak merasa adanya kenaikan yang signifikan kecuali TDL.
Bagi Mamat, harga kebutuhan pokok di kampung dan di Jakarta tempatnya mencari nafkah bukanlah menjadi masalah yang berarti.
Mamat bersyukur masih bisa sering pulang ke Palimanan tiga bulan sekali untuk menemui keluarganya. Untuk mudik, Mamat biasanya menggunakan bajaj yang ia gunakan sehari-hari untuk narik.
Mamat mengaku dipinjami oleh Pak Daud yang sudah ia anggap sebagai orang tua angkatnya di Jakarta. Menurut Mamat, bajaj berwarna biru bernomor polisi B 4710 BZB itu sudah ia rawat dan anggap seperti miliknya sendiri. Hal itulah yang membuat Pak Daud mempercayakannya kepada Mamat.
"Udah empat kali saya mudik pakai bajaj itu. Kalo pulang, Pak Daud nggak pernah minta setoran, justru saya dikasih THR," ungkap Mamat.
Bajaj yang kini pria kelahiran Jakarta 1 Juni 1981 itu bukanlah bajaj yang ia gunakan untuk mengantar Jokowi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu (1/6/2014).
Jokowi duduk di dalam bajaj tersebut bersama jubir Jokowi-JK, Anies Baswedan dengan pelat nomor B 2954 MA. Sementara JK menggunakan bajaj dengan pelat nomor B 2062 DE sendirian. Mereka kompak menggunakan bajaj, sekitar pukul 13.20 WIB.
Mamat mengungkapkan bahwa bajaj yang dulu ia gunakan untuk mengantar Jokowi ke KPU kini telah berada di sebuah hotel di Semarang untuk dipajang setelah sebelumnya dibeli oleh PT. Sido Muncul dari orang tua angkatnya, Pak Daud beberapa minggu setelah ia mengantar Jokowi.
Mamat mengaku banyak orang di Jakarta dan di kampung yang meanggilnya dengan "Pak Jokowi". Mamat mengaku malu meski ia sendiri bangga telah mengantar Jokowi menuju KPU.
"Sekarang banyak yang kalo ketemu manggil, 'Pak Jokowi! Pak Jokowi!' saya malu," ungkap Mamat.
Pada tiga tahun masa pemerintahan Jokowi, Mamat mengaku maklum jika memang masih banyak teman-temannya yang menganggap kalau pemerintahan Jokowi belum banyak bisa memberi perubahan nasib kepada kawan-kawannya.
"Kalo jalanin pemerintahan kan nggak semudah membalikan telapak tangan. Kalo masih ada macet karena banyak pembangunan ya nggak papa. Itu kan sementara aja. Insya Allah kalo udah beres mudah-mudahan nggak macet lagi," ungkap Mamat.
Untuk itu Mamat ingin di sisa pemerintahan Jokowi, Indonesia bisa lebih maju dan menyaingi negara lain. Mamat juga berharap agar Jokowi bisa diberi kesehatan dan kekuatan agar dapat bekerja bagi masyarakat dengan setulus hati.
"Harapan saya yang masyarakat kecil, mudah-mudahan kedepannya negara kita bisa maju. Bisa menyaingin negara-negara yang lain. Biar dikasih kesehatan selalu, kekuatan buat Pak Jokowi, biar bisa bekerja juga buat masyarakat setulus hati," ungkap Mamat.