"Sehingga jumlah totalnya adalah RM 49.250. Bukan sejumlah RM 63.500 sebagaimana dakwaan maupun tuntutan jaksa penuntut umum," ungkap Dwi Widodo.
Dwi Widodo juga mengakui menerima uang sejumlah Rp 535.157.102 selama kurun waktu 2013-2016.
Menurut Dwi, uang itu digunakan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), penerbitan calling visa, dan kegiatan operasional KBRI Kuala Lumpur bidang imigrasi.
Sementara, dalam dakwaan dan tuntutan, jaksa mengungkapkan seolah-olah uang itu dimiliki dan dikuasai Dwi Widodo.
Dwi kemudian mengutip keterangan Elly Yanuarin Dwi saat pesidangan bahwa dalam kurun waktu 2013-2016 dia telah menyerahkan uang pada tahun 2014 sebanyak lima kali yaitu RM 5.000, RM1.000, RM2.000, RM 2.500 RM dan RM3.000, atau totalnya 13.500 RM.
Kemudian tahun 2015 dia kembali menyetor uang sejumlah RM31.500 yang dia setor sebanyak tujuh kali dan tahun 2016 dia setor sejumlah RM35.000.
"Jadi keseluruhan yang saya serahkan uang tersebut dari hasil yang diberikan pihak sponsor sebagai pembayaran PNBP dan sisanya sebagai ucapan terimakasih yang saya serahkan kepada bendahara saya total 80.0000 RM atau setara 270 juta rupiah. Hal ini untuk kegiatan operasional di bidang imigrasi KBRI Kuala Lumpur," ungkapnya.
Menurut Jaksa, Dwi Widodo terbukti melakukan perbuatan korupsi dan melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupspi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 12 huruf b mengatur pemidaan terhadap pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah dan diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.