TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai tanggapan negatif Menteri Kesehatan Nila F Moeloek terhadap gagasan Revolusi Putih yang diusulkan Gerindra kepada Gubernur DKI Jakarta cukup ganjil.
Dirinya menegaskan, tidak seharusnya seorang Menteri Kesehatan membuat pernyataan negatif terhadap gagasan konsumsi susu bagi upaya perbaikan gizi anak-anak.
"Seharusnya Menteri Kesehatan, atau Menteri Kelautan dan Perikanan, tidak membenturkan konsumsi susu dengan konsumsi ikan. Apalagi usulan gagasan Revolusi Putih kepada Gubernur DKI Jakarta itu ditujukan untuk perbaikan gizi anak-anak di DKI, bukan untuk 250 juta penduduk Indonesia. Sehingga, membenturkan konsumsi susu dengan produksi sapi nasional yang kecil adalah pernyataan yang sangat menggelikan. Tidak apple to apple.. Pernyataan itu sebenarnya justru mempermalukan pemerintah sendiri," tegas Fadli Zon melalui pesan singkatnya, Senin (30/10/2017).
Menurut Fadli, perlu diketahui, sejak 2001, guna mengkampanyekan pentingnya pentingnya susu sebagai sumber asupan gizi, FAO telah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Susu Sedunia.
Baca: Din Syamsuddin Awali Tugas Dengan Bertemu Pengurus PGI
Di Indonesia, kita mengadopsinya sebagai Hari Susu Nusantara, yang diperingati sejak tahun 2009. Di luar Hari Susu Sedunia, banyak negara juga telah memperingati Hari Susu Sekolah Sedunia tiap tanggal 27 September.
"Semua itu menunjukkan jika pentingnya konsumsi susu telah menjadi kampanye global," tuturnya.
Di tanah air, kata Fadli, selama lebih dari setengah abad Kementerian Kesehatan dan berbagai lembaga pelayanan kesehatan di Indonesia, mulai dari tingkat Posyandu hingga tingkat rumah sakit, termasuk juga para ahli gizi di berbagai perguruan tinggi, juga telah mengkampanyekan konsep Empat Sehat Lima Sempurna, di mana susu menjadi bagian penting di dalamnya.
"Sehingga, saya kira sangat konyol dan kontra-produktif jika ada menteri kita mengatakan agar jangan minum susu, hanya karena jumlah sapi kita sedikit," tegasnya.
Masih kata Fadli, dalam kaitannya dengan soal gizi, yang harus dijadikan poin oleh pemerintah mestinya adalah rendahnya konsumsi susu di Indonesia, dan bukan soal jumlah sapi yang kita punya. Dirinya telah mengecek data, konsumsi susu kita saat ini hanya sekitar 12 liter per kapita per tahun, kalah tertinggal dari Malaysia yang mencapai 39 liter, Vietnam 20 liter, dan Thailand 17 liter/kapita per tahun.
"Konsumsi susu kita saat ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan Myanmar," katanya.
Lebih jauh Fadli mengatakan, kita memang punya persoalan dalam hal produksi. Kemampuan produksi susu kita hanya mampu menutupi 30 persen kebutuhan konsumsi nasional. Artinya, untuk memenuhi 70 persen sisanya, kita harus melakukan impor. Saat ini konsumsi susu nasional mencapai 4,45 juta ton, namun produksi nasional kita hanya mencapai 825 ribu ton saja.
"Pertanyaannya adalah kenapa kapasitas produksi susu kita rendah? Di situlah letak peran pemerintah," ujarnya.
Tidak adanya keberpihakan pemerintah kepada para peternak sapi lokal kata Fadli telah menyebabkan profesi peternak hanya menjadi sambilan saja di negeri kita. Pemerintah lebih berpihak pada importir sapi dari pada membantu dan mengembangkan industri peternakan nasional.
"Jadi, kalau jumlah sapi kita sedikit, atau produksi susu nasional kita masih lebih rendah dari kebutuhan, jangan kemudian yang disalahkan adalah konsumsi susunya, tapi perbaiki segera sektor peternakan nasional," katanya.