TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kemajuan teknologi informasi yang sudah sangat luar biasa selama ini telah selama ini telah menggerus dan mereduksi nilai-nilai kebangsaan bagi generasi muda Indonesia.
Untuk itu dengan kajuan teknologi yang pesat ini generasi muda bangsa harus tetap waspada dalam menerima segala informasi yang masuk sebagai upaya mempertahankan jatidirinya.
Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH, saat memberikan kuliah umum di hadapan sekitar 500 mahasiswa dari beberapa perguaruan tinggi yang ada di Bandung dengan tema “Resonansi Kebangsaan dan Bahaya serta Pencegahan Radikalisme” yang berlangsung di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu (8/11/2017) siang.
“Kita melihat masalah natonality (kebangsaan) ini sudah mulai tereduksi karena kemajuan teknologi informasi yang sudah sangat luar biasa. Apalagi dengan adanya alat ini (sambil memegang smartphone), semua informai baik dan buruk bisa diakses dengan mudah, cepat dan tanpa batas,” ujar Kepala BNPT.
Pria yang pernah menjabat sebagai Kabareskrim Polri ini mengatakan, dengan revolusi khususnya di bidang informasi yang membuat dunia tanpa batas atau border ini betul-betul menjadi sesuatu yang sangat kita waspadai bersama-sama demi kerukunan bangsa.
“Dengan kemajuan teknologi kita semua mendapatkan manfaat kemudahan untuk mengakses informasi secepat mungkin, tapi bukan berarti tidak ada eksesnya yang dapat merugikan kita semua,” ujar mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini
Pria yang pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat ini mengingatkan kepada para generasi muda pada khususnya yang nantinya merupakan calon penerus bangsa untuk lebih berhati-hati dalam menerima segala informasi yang masuk.
“Adik-adik harus punya kemampuan untuk memilih dan memilah dalam menerima segala informasi yang masuk sehingga betul-betul bisa mempertahankan jatidiri kita sebagai bangsa yang hidup dalam kebhinnekaan,” ujar pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini.
Terhadap masalah kebangsaan, dirinya melihat bagaimana bangsa Indonesia ini didirikan dengan air mata, perjuangan, darah sampai pengorbanan oleh para pendahulu kita pada saat itu.
Hal tersebut tentunya harus dapat dipertahankan dalam mengisi kemerdekaan ini. Jati diri bangsa harus di ingat betul bagaimana pejuang-pejuang dahulu itu berkontribusi dalam rangka merebut kemerdekaan bagi bangsa ini.
“Untuk itu lah kami meminta kepada para generasi muda untuk mengingat kembali sejarah bahwa Indonesia ini didapat tidak dengan dengan cuma-cuma, tetapi dengan perjuangan. Sebagai generasi muda tentunya punya kewajiban untuk mengisi kemerdekaan dengan baik,” ujarnya.
Mantan Kadiv Humas Pokri ini meminta kepada generasi muda untuk tidak melupakan identitas kita sebagai bangsa Indonesia yang beragam ini.
Apalagi dengan informasi digital yang sangat luar biasa ini sudah banyak sekali hal-hal yang kita lihat bersama seperti gangguan dan cobaan lain yang ingin memecah belah bangsa.
“Tentunya dibutuhkan kewaspadaan, rasa nasionalisme yang tinggi untuk dapat memilih dan memilah sehingga kerukunan dalam umat beragama, kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan eksistensi NKRI dapat kita pertahankan demi kejayaan bangsa,” tutur alumni Akpol tahun 1985 ini.
Tidak lupa, di dalam kuliah umum yang juga menjadi mata kuliah Stadium Generali KU4078 ini Kepala BNPT juga mengingatkan kepada generasi muda untuk mewaspadai bahaya paham radikalisme dan terorisme terutama di lingkungan pendidikan.
“Penyebaran paham radikal di lingkungan kampus sekarang ini sudah sangat gawat sekali. Sudah tidak ada sekat. Kalau kita tidak gerak cepat untuk mengawasinya tentunya ini akan membahayakan terhadap anak-anak kita nantinya dan tentunya bangsa ini sendiri,” ujar pria yang pernah menjadi Wakapolda Metro Jaya ini.
Untuk itu menurutnya, para mahasiswa bersama para dosen, dekan hingga rektor memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan upaya pencegahan, mengidentifikasi radikalisme serta langkah-langkah yang harus diambil untuk memecahkan suatu masalah jika terjadi hal tersebut di lingkungan pendidikan.
“Jangan sampai peristiwa deklarasi Khilafah oleh salah satu organisasi massa di salah satu kampus perguruan tinggi negeri di Jawa Barat beberapa hari lalu terulang lagi. Pihak kampus harus bisa mendeteksi dan mencegah jika ada kegiatan tersebut. Jika melihat ada indikasi seperti itu cepat laporkan ke aparat berwajib,” ujarnya.
Kepala BNPT juga meminta agar perekrutan tenaga pendidik juga harus benar-benar diperhatikan. Jangan sampai penyebaran radikalisme justru masuk melalui ajaran-ajaran dari tenaga pendidiknya itu sendiri.
“Penyaringan harus benar-benar ketat dalam merekrut tenaga pendidik. Jangan ada ideologi-ideologi lain yang diajarkan dosen kepada mahasiswanya,” katanya.
Untuk itu dengan kuliah umum tersebut Kepala BNPT berharap apa yang disampaikannya dapat memberikan pengalalaman yang cukup bagi lingkungan kampus untuk ikut bertanggung jawab dan bisa memperhatikan dinamika disekelilingnya.
“Mudah mudahan ini menjadi viral juga buat kita semuanya untuk kebaikan bangsa ini agar tetap mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia ini baik,” ujar pria yang pernah menjadi Kapolres Metro Depok dan Kapolres Metro Jakarta Barat ini mengakhiri.
Beberapa mahasiswa yang hadir selain dari ITB yakni dari perguruan tinggi lain seperti Institut Pemerintahan Dalam negeri (IPDN), Universitas Lang-Lang Buana, Universitas Sanggabuana, Universitas Komputer Indonesia (Unikom).
Sementara pejabat dari ITB sendiri diwakili oleh Wakil Rektor bidang Administrasi, Umum, Alumni dan Komunikasi, Dr. Miming Miharja dan beberapa staf dosen lainnya.