TRIBUNNEWS.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit hingga Rp 9 Triliun.
Meski begitu, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dipastikan tidak akan naik sampai beberapa tahun ke depan.
Hal itu diungkapkan Basuki, Asisten Deputi Bidang SDM, Umum dan Komunikasi Kedeputian Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan dalam Pertemuan Media Kedeputian DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi di Hotel Bumi Wiyata, di Jalan Margonda, Depok, Jumat (10/11/2017).
"Yang perlu diinformasikan ke masyarakat saat ini adalah, pemerintah sudah memastikan bahwa iuran BPJS Kesehatan tidak akan naik, meski mengalami defisit," kata Basuki.
Menurutnya artian defisit untuk BPJS Kesehatan sebenarnya tidak terlalu tepat karena BPJS Kesehatan bukanlah perusahaan nirlaba yang mencari keuntungan.
"BPJS Kesehatan lebih ke sosial untuk menjamin masyarakat mendapatkan manfaat layanan kesehatan yang memadai, dan tujuannya bukan mencari laba," kata Basuki.
Selain itu kata Basuki defisit di BPJS Kesehatan tidak akan mengurangi manfaat layanan kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan.
"Dari data dan angka yang ada, defisit akan terus terjadi sampai 2020, sekalipun iuran dinaikkan dan seluruh masyarakat secara nasional sudah menjadi peserta BPJS. Karenanya pemerintah memilih opsi tidak menaikkan iuran dan menanggungnya dengan berbagai cara dan langkah," kata Basuki.
Salah satu cara dan langkah yang sedang dikaji adalah dengan menutup biaya defisit dari pajak rokok yang 100 persen untuk BPJS.
"Juga berbagai langkah efisiensi, disamping menggenjot penambahan jumlah peserta BPJS Kesehatan yang ditargetkan pada 2019 semua warga Jabodetabek, sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan," kata Basuki.
Ke depan ia berharap masyarakat atau warga yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan tidak ragu mendaftarkan diri.
"Dan masyarakat yang sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan tidak usah khawatir dengan informasi defisit, karena hal itu tidak akan mengurang manfaat dan layanan BPJS Kesehatan," katanya.(*)