TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia melakukan seleksi bakal calon anggota legislatif gelombang kedua pada Minggu (12/11/2017).
Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni mengatakan, partainya ingin memperbaiki sistem seleksi dengan menggunakan model seleksi terbuka yang diuji langsung oleh panitia seleksi.
"Praktik korupsi masih marak, salah satu kendala sistem rekruitmen," ujar Raja di kantor PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (12/11/2017).
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi yang tergabung dalam anggota tim seleksi mengapresiasi sistem seleksi oleh PSI. Seto mengatakan, baru pertama kali, ia diminta partai politik untuk menjaring seorang bakal calon legislatif.
"Pertama kali partai politik meminta masukkan atau saran-saran dari kami. Kemudian, meminta salah satu pengurus untuk terlibat menjadi dewan juri," ujar Seto.
Selain Seto, anggota tim seleksi lainnya yang juga mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto mengapresiasi gerakan melawan korupsi yang dijargonkan oleh PSI.
"Gerakan melawan korupsi tidak boleh berhenti walaupun KPK diberhentikan," ujar Bibit.
Namun, Bibit memiliki catatan tersendiri mengenai para bakal calon anggota legislatif yang mendaftarkan diri. Bibit menilai, pemahaman mereka tentang korupsi masih minim.
"Pemahaman mereka tentang korupsi masih minim. Pemahaman mereka tentang korupsi yang real di negeri ini, harus diperdalam. Itu saja pesan saya," ujar Bibit.
PSI menggelar seleksi terbuka bakal calon legislatif sejak Sabtu (4/11/2017). PSI melibatkan panelis independen untuk memutuskan para peserta lolos atau tidak menjadi bakal caleg PSI. Sebanyak 43 orang dari latar belakang yang berbeda-beda mengikuti seleksi gelombang kedua kali ini.
Anggota tim seleksi lainnya, yakni aktivis pendidikan Henny Supolo, aktivis dan mantan komisoner Komnas Perempuan dan Anak Neng Dara Affiah, pengamat politik Djayadi Hanan, mantan hakim yang juga pakar hukum Asep Iwan Iriawan, advokat senior Tuti Hadiputranto, dan dosen Fakultas Komunikasi UI Ade Armando.