TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkapkan bahwa vonis pengadilan Tipikor atas terdakwa pemberi keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi proyek e-KTP, Miryam S. Haryani adalah pelajaran bagi semua pihak untuk tidak melakukan hal yang sama.
Novel menegaskan bahwa hal itu adalah pelajaran bagi semua pihak termasuk penegak hukum atau advokat untuk tidak memberikan keterangan tidak benar dan menghalangi penyidikan atau penuntutan perkara korupsi.
Hal itu diungkapkan Novel dalam keterangan tertulisnya pada Tribunnews.com pada Selasa (14/11/2017).
"Saya rasa semua sudah cukup jelas dalam fakta persidangan. Jadi ini sebagai pelajaran bagi semua pihak termasuk juga penegak hukum/advocad, untuk tidak memberi keterangan tidak benar ataupun berupaya untuk menghalangi penyidikan/penuntutan perkara korupsi," tulis Novel.
Baca: Miryam: Saya akan Kejar Novel Baswedan Kemana Pun
Miryam divonis majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (13/11/2017).
Miryam terbukti melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Miryam divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menilai ada dua hal yang memberatkan Miryam dalam persidangan.
Pertama adalah perbuatan Miryam tidak mendukung pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi dan kedua ia tidak mau mengakui perbuatan yang didakwakan.
Meski begitu, vonis yang dibacakan majelis hakim pada Senin (13/11/2017) lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut Miryam 8 tahun penjara.