Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI, Setya Novanto, alias SN mengajukan kembali pra peradilan atas penetapan status tersangka kasus proyek KTP berbasis elektronik periode 2011-2012.
Gugatan praperadilan didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Pengamat hukum, Suhadi, mengatakan kasus tersangka SN di episode kedua bukan hanya menyisakan kegeraman, tetapi kelucuan.
Hal ini bukan karena kedudukan SN yang kembali menjadi tersangka, namun lebih kental pada degalennya.
"Masih terngiang hebohnya putusan prapradilan yang memenangkan SN dan KPK harus puas dengan kekalahan. Namun putusan itu tidak menjadi kiamat buat KPK dalam membidik SN," tuturnya, Senin (20/11/2017).
Pria yang juga Ketua Umum Negeri Indonesia Jaya (Ninja) itu mengatakan praperadilan itu sebagai upaya menghindar dan mengulur-ulur waktu.
Baca: Begini Penampilan Setnov Gunakan Rompi Oranye dan Bekas Benjolan Bakpao Saat di KPK
Menurut dia, penetapan tersangka sudah sesuai amar putusan pengadilan praperadilan jilid satu. Oleh karena itu, PN Jakarta Selatan tidak akan mengkhianati isi putusan pertama walau hakim yang berbeda.
"Dan KPK dalam surat gugatan dinyatakan telah salah dalam menetapkan status tersangka SN yang mendasarkan sprindik pada kasus lain," kata dia.
Dia menambahkan, kasus SN oleh KPK tidak lepas dari putusan praperadilan SN sendiri, dan KPK sebagai institusi negara mengakomodir putusan dimana dalam menyidik SN diawali dengan dikeluarkannya sprndik atas nama SN.
KPK atas dasar sprindik mengumpulkan alat-alat bukti dan saksi, lalu, sesuai ketentuan hukum dari hasil penyidikan telah menemukan minimal dua alat bukti sebagai amar uu dalam pasal 183 ayat 4.