TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembentukkan holding BUMN pertambangan patut didukung dengan kebijakan larangan ekspor mineral mentah dan konsentrat menyusul rencana holding BUMN tersebut mengedepankan hilirisasi pertambangan yang mengutamakan pasokan bahan baku dalam negeri demi memajukan pertumbuhan industri hilir.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan, holding BUMN pertambangan sangat strategis untuk memacu hilirisasi pertambangan.
Bisnis inti dari BUMN yang berada di bawah Inalum, seperti PT Antam, PT Timah, PT Bukit Asam tersebut saling bersinergi, dari hulu ke hilir sehingga dapat menyediakan bahan baku industri dalam negeri secara efisien.
Di samping itu, holding BUMN juga tidak akan kesulitan dalam hal pasokan energi karena memiliki beberapa alternatif pasokan energi primer untuk kebutuhan smelter.
"Satu-satunya yang masih mengganjal holding BUMN ini adalah kebijakan relaksasi ekspor yang memperbolehkan PT Antam dan PT Timah dapat melakukan ekspor mineral mentah. Pemerintah perlu mencabut kebijakan ini agar mineral mentah dan konsentrat yang dihasilkan seluruhnya ditujukan untuk peningkatan nilai tambah dan pembangunan industri di dalam negeri," kata Marwan di Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Baca: IRESS Tuding Ada Lobi-lobi ke Menteri Jonan untuk Naikkan Harga Gas
Sebelumnya, Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, hilirisasi sumber daya alam memberikan kontribusi yang besar bagi negara karena dapat meningkatkan produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) secara signifikan.
Apabila seluruh produksi bauksit Indonesia diproses menjadi alumina dan alumunium di dalam negeri, maka nilainya akan meningkat tujuh kali lipat dibandingkan jika dijual bauksit mentah.
"Apabila hilirisasi bauksit dilakukan lagi dengan membuat laptop, mobil atau pintu maka nilainya 21 kali lipat dibandingkan material mentah," terangnya.
Budi mengatakan, industri tambang akan mengalami perubahan model bisnis di masa mendatang.
Tugas holding BUMN sektor pertambangan adalah memimpin perusahaan-perusahaan tambang menyambut perubahan tersebut.
Baca: Politisi PKS Menilai Holding BUMN Tidak Sesuai Regulasi
Manager Advokasi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho mengatakan, sudah sepatutnya BUMN pertambangan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan nasional.
Selama ini, kekayaan sumber daya alam hanya dikeruk dan dijual mentah keluar, sementara nilai tambahnya dinikmati oleh negara-negara lain.
Langkah Inalum yang mendorong adanya sinergi pengolahan dan pemurnian di dalam negeri bakal memberikan dampak yang sangat positif bagi industri dan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat.
"BUMN juga diharapkan meningkatkan kinerja good corporate governancenya, terutama aspek transparansi dan akuntabiltas kepada publik, apalagi ini sektor yang beresiko tinggi namun masih sarat dengan ketertutupan," katanya.
Marwan menambahkan, pihaknya juga mendorong Inalum untuk berperan lebih dengan mengambil alih saham Freeport bagian pemerintah sebesar 9,36 persen dan divestasi saham Freeport yang bakal ditawarkan.
Inalum memiliki potensi untuk membalikkan nilai tambah Freeport lebih besar untuk kepentingan nasional, apabila tidak mendapat intervensi yang berlebihan dari pihak-pihak tertentu.