"Ini sebuah keputusan berarti bagi kami semua karena menjadi tolak ukur hak-hak disabilitas harus terus diperjuangkan. (Putusan ini-red) merupakan kado terindah hari disabilitas kemarin. Dimana hak kita terhadap akses layanan publik harus dihormati, menjadi yurisprudensi agar kasus serupa tidak terulang lagi," ungkap Aryani yang dikerumuni para penyandang disabilitas lainnya di sampingnya.
Penantian Panjang
Aryani dan ibunya telah berada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.sejak sekitar pukul 9.00. Namun menurut informasi dari kuasa hukumnya, Ikhwan mengatakan bahwa sidang harus ditunda hingga pukul 13.00. Meski begitu, sidang baru dimulai sekitar pukul 13.30.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Ferry Agustina Budi Utami, Hakim Anggota Agus Widodo dan Sudjarwanto, Panitera Pengganti Sakir Baco.
Sidang dihadiri oleh kuasa hukum dari Perusahaan Maskapai Etihad Airways, PT. Jasa Angkasa Semesta. Tbk., dan Kementerian Perhubungan RI.
Untuk menghadiri sidang tersebut, Aryani bersama keluarganya diketahui telah berada di Jakarta sejak Minggu (3/12/2017). Ibu yang dikaruniai satu anak lelaki itu juga membawa serta anak lelakinya dan suaminya. Meski begitu, suami dan anak lelakinya yang berusia empat tahun tersebut enggan masuk ke PN Jaksel.
"Tadi nggak dapat parkir, jadi parkir.di luar," ungkap ibu dari Aryani sambil tersenyum.
Selama ini, Aryani dan keluarganya diketahui tinggal di Solo. Untuk mengikuti jadwal persidangan, keluarganya harus bolak-balik Jakarta-Solo selama setahun kebelakang.
Sebelumnya, Aryani diketahui telah mendapat perlakuan diskriminatif dari pegawai Etihad Airways di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang pada 3 April 2016.
Aryani terpaksa harus menggagalkan rencananya untuk pergi ke Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss karena tidak diperbolehkan terbang dengan maskapai tersebut tanpa pendamping.
Kuasa hukum Aryani, Hepy Sebayang menilai bahwa proses kasus yang sudah berjalan setahun lebih ini berjalan cukup lambat. Menurut Hepy, hal itu disebabkan karena persoalan teknis pengadilan dan banyaknya perkara yang harus diadili oleh majelis hakim.
"Dua saksi sehari, dua saksi sehari kan jadinya kan.. sementara kita tunda seminggu-seminggu. Lama, kalo paling tidak sidangnya dua kali seminggu atau saksinya bisa ditambah empat saksi satu hari kan bisa lebih cepat sebetulnya," ungkap Hepy.
Meski begitu, Hepy memaklumi kesibukan majelis hakim yang telah mengadili perkaranya.
Aryani merasa bersyukur atas putusan sidang yang memenangkan dirinya.