TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Gubernur petahana Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo mengantongi bekal elektabilitas yang perkasa (diatas 50%). Namun, hingga kini belum ada kepastian dari partai pengusung utamanya PDI Perjuangan, siapa yang akan diusung dalam pilkada serentak tahun depan.
Ganjar sendiri masih belum terbuka menyatakan kesediaannya. Muncul spekulasi, PDIP tak lagi mengusung Ganjar sebagai cagub kedua kali.
Jika itu yang terjadi, data Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Ja mengungkapkan, Pilkada Jateng 2018 akan membuka peluang terjadinya pertarungan seru. Hal ini diungkapkan oleh Toto Izul Fatah, Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI (Denny Ja)/Peneliti senior LSI.
Dalam penjelasannya kepada tribunnews.com, Kamis (7/12/2017) dijelaskan, empat calon potensial yang sudah mulai rajin bergerilya. Mereka adalah Ferry Juliantono (Gerindra), Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso (Buwas) yang belakangan mulai terdengar akan diusung PDIP, Sudirman Said (Gerindra) dan Marwan Jafar (PKB).
Namun, dari data hasil survei terbaru LSI, pertarungan sengit potensial terjadi antara Buwas dan Ferry Juliantono. Dalam simulasi head to head, Buwas dipepet tipis oleh Ferry dengan selisih 1% saja, yakni Buwas 12% dan Ferry 11%.
"Secara statistik, posisi elektabilitas yang tipis dalam margin of error seperti itu cukup sulit untuk bisa disebut siapa pemenangnya atau siapa yang lebih unggul. Sementara yang lainnya, Sudirman Said dan Marwan Jafar sebenarnya juga punya potensi yang sama untuk menyalip," kata Toto.
"Terutama, jika merujuk pada tingkat pengenalan keempat calon tersebut yang masih rendah. Itu artinya, baik Buwas, Ferry, Sudirman Said dan Marwan, sama-sama masih menyimpan modal yang bisa didongkrak agar lebih dikenal. Buwas misalnya, baru dikenal tak lebih dari 27 % saja. Sementara Ferry lebih rendah lagi, baru 10% publik Jateng mengenalnya," lanjutnya.
Yang menarik, dari data survei ini, sambung Toto, baik Buwas maupun Ferry sama-sama memiliki tingkat kepuasaan yang cukup tinggi, khususnya Ferry (70%). Yang buruk dan berbahaya itu, jika tingkat pengenalan tinggi, misalnya 90%, tapi tingkat kesukaan rendah.
VIDEO: Detik-detik Mobil Brio Merah Masuk Jurang, Sempat Tabrak Pembatan Jalan - Tribunpekanbaru.com
Detik-detik TKP Kasus Subang Digaris Polisi, Sempat Ada 2 Wanita Cengengesan Intip Lokasi Pembunuhan
"Model calon yang seperti ini biasanya kecil kemungkinannya untuk terpilih. Masih lebih baik calon yang tingkat pengenalan rendah, tapi kesukaan tinggi, 70% keatas. Calon yang seperti ini biasanya disebut “barang bagus” tapi belum dipasarkan dengan baik," ujar Toto.
Hal ini yang terjadi dengan Buwas dan Ferry. Jika saja Buwas dan Ferry bisa mendongkrak pengenalannya hingga 70% dalam satu atau dua bulan kedepan, kata Toto lagi, keduanya potensial menembus angka elektabilitas 25 sampai 30%.
Apalagi, jika pengenalannya tembus di angka 90%, bisa jadi elektabilitasnya sekitar 40% keatas. Tentu, jika tingkat kesukaannya sekitar 80%. Berbeda dengan Ganjar Pranowo yang sudah aman dan nyaris berbanding lurus antara tingkat pengenalannya yang 95% dengan kesukaannya yang 90%.
"Sehingga wajar jika elektabilitasnya sudah diatas 50% dalam berbagai simulasi. Pekerjaan rumah besar buat kandidat selain Ganjar, selain mendongkrak pengenalan dan kesukaan, juga membangun citra personal sesuai dengan yang diinginkan mayoritas publik Jateng,"sarannya.
"Yaitu, sikap dan keperibadian yang ramah, santun, jujur dan merakyat (90%), Bebas dari korupsi (93%) dan sanggup menyelesaikan masalah (90%). Jika image itu mampu dilengketkan dengan figure yang bertarung, potensi kesukaan diprediksi akan semakin naik, tentu saja berefek electoral terhadap keterpilihan calon tersebut," katanya lagi.