TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, menilai aksi yang dilakukan Nahdlatul Ulama (NU) terkait Yerusalem, Jumat (8/12/2017), merupakan solidaritas terhadap Palestina.
Perwakilan NU dan Wahid Foundation menemui Duta Besar AS Joseph Donovan, Jumat, di kantor Kedutaan Besar AS untuk Indonesia di Jakarta.
Hadir dalam pertemuan tersebut termasuk perwakilan dari PP Muslimat NU, Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU), Jaringan Gus Durian, dan Wahid Foundation.
Kepada Donovan, disampaikan secara khusus kecaman terhadap kebijakan Presiden AS Trump terkait Yerusalem, yang dianggap melukai hati umat Islam sedunia.
Namun, selain melakukan diplomasi langsung dengan Dubes Donovan, NU juga menggelar aksi turun ke jalan untuk menegaskan keberpihakan dan dukungan kepada rakyat Palestina.
Aksi demonstrasi yang dilakukan di depan kantor Kedubes AS Jakarta itu diikuti ratusan warga NU bersama sejumlah elemen masyarakat yang lain.
Para demonstran membentangkan spanduk dan poster berisi kecaman terhadap pernyataan Presiden Trump yang dianggap melukai dan menyulut amarah umat Islam.
Baca: AS Tak Bisa Lagi Klaim Jadi Juru Damai yang Imparsial
Menurut Yenny, Direktur Wahid Foundation, aksi turun ke jalan dan pertemuan dengan Dubes Donovan merupakan strategi berlapis NU dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
”Aksi turun ke jalan diperlukan untuk menunjukkan solidaritas terhadap rakyat Palestina," kataYenny.
"Namun, kami juga melakukan strategi ’informal diplomacy’, yakni bertemu langsung dengan Dubes AS untuk menyampaikan sikap dan keberatan atas keputusan Presiden Trump," ujarnya.
Yenny berpendapat, pertemuan langsung NU dan Wahid Foundation dengan Dubes Donovan adalah upaya mereka untuk memastikan bahwa suara mayoritas muslim Indonesia tersampaikan.
Trump akhirnya resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, di Gedung Putih, Washington, Rabu (6/12/2017) waktu setempat.
Melalui pernyataan tersebut, Trump juga mengumumkan rencana pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Menurut Trump, dirinya hanya menepati apa yang sudah dijanjikannya semasa kampanye pencalonan presiden pada 2016.
Trump menyebut, pengakuan itu menjadi penanda atas dimulainya pendekatan baru terhadap konflik Israel-Palestina.
Selain itu, Trump juga menegaskan bahwa dengan pengakuan itu, dirinya tidak bermaksud untuk menentukan bahwa seluruh wilayah Yerusalem itu secara resmi akan menjadi wilayah Israel.
"Kami tidak bermaksud untuk menjadi penentu status wilayah tersebut dan hal-hal lain terkait itu, termasuk soal batas wilayah spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem," katanya.