LAPORAN WARTAWAN TRIBUNNEWS.COM, THERESIA FELISIANI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna kembali belum bisa memenuhi panggilan KPK terkait pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembelian heli AW101 oleh TNI AU, hari ini Jumat (15/12/2017).
Panggilan hari ini, merupakan penjadwalan ulang karena Agus sebelumnya sudah dipanggil KPK namun tidak hadir pada akhir November lalu karena menjalankan ibadah Umrah.
Kuasa hukum Agus, Pahrozi mengatakan, kliennya saat ini masih menjalankan ibadah umrah. Perihal ketidakhadiran itu telah disampaikan pihaknya melalui surat ke KPK.
“Kami sampaikan ke penyidik klien kami belum bisa hadir panggilan hari ini karena masih umrah,” kata Pahrozi di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pahrozi juga mengaku telah berkomunikasi dengan Agus terkait pemeriksaan tersebut. Ia memastikan, kliennya itu akan langsung memenuhi panggilan penyidik KPK begitu tiba di tanah air.
"Selaku warga negara yang baik dia (Agus) akan memenuhi panggilan. Tidak ada keberatan atau kekhawatiran, kalau nanti Pak Agus sudah di Jakarta, pasti akan kooperatif,” katanya.
Baca: Setnov Siap Buka-bukaan Soal Dugaan Keterlibatan Ganjar Pranowo dan Yasonna di Korupsi e-KTP
Lebih lanjut, juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, telah menerima surat keterangan ketidakhadiran dari kuasa hukum Agus.
Dalam surat tersebut, diungkapkan Febri, Agus beralasan tidak dapat memenuhi panggilan KPK lantaran masih di luar negeri.
Namun, dari data perlintasan imigrasi yang diterima KPK, lanjut Febri, Agus diketahui sudah berada di Indonesia sejak 8 Desember 2017 kemarin.
"Kami akan cross check lagi soal ini dan koordinasi dengan POM TNI,” tambah Febri.
Diketahui, bukan hanya pihak swasta, Irfan Kurnia Saleh yang menjadi tersangka di kasus ini. Puspom TNI juga menetapkan empat anggota TNI sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Heli AW-101, tahun anggaran 2016-2017.
Empat tersangka tersebut yakni, Marsekal Pertama TNI, FA, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kemudian, Letnan Kolonel, WW, selaku pemegang kas; Pembantu Letnan Dua, SS; serta, Kolonel Kal, FTS, selaku Kepala Unit pada TNI AU. Atas perbuatan mereka, negara dirugikan sebesar Rp224 miliar