“Maka dengan pengelolaan Blok Mahakam, Pertamina memperoleh tambahan asset sebesar Rp 122,59 triliun, fresh money sebesar Rp 47,84 triliun, dan pendapatan netto per tahun sebesar Rp 4,12 triliun,” jelas mantan anggota Tim Pemberantasan Mafia Migas ini.
Fahmy menyarankan, dengan tambahan non-cash asset, cash flow dan pendapatan dari Blok Mahakam, Pertamina tidak sepantasnya selalu mengeluhkan penugasan pemerintah, seperti BBM Satu Harga dan premium serta solar dan minyak tanah yang harganya diputuskan Menteri ESDM Ignasius Jonan tidak naik sampai tiga bulan ke depan.
“Pertamina juga sudah seharusnya bertambah peka dan peduli terhadap rasa keadilan rakyat, dengan mendukung keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga premium, solar, dan minyak tanah hingga triwulan 2018, bahkan sepanjang tahun 2018,” ucap Fahmy tegas.
Setelah Blok Mahakam, Pertamina berpeluang besar mendapat penugasan pemerintah untuk mengelola sejumlah blok yang habis masa kontraknya.
Menurut Fahmy, semua itu bisa dilihat sebagai “kompensasi” dalam bentuk non-cash asset.
“Makanya stop mengeluh. Pertamina tidak perlu khawatir mengalami opportunity loss dalam menjalankan penugasan pemerintah, baik BBM Penugasan, maupun BBM Satu Harga,” ucap Fahmy tegas. (*)