“Belum kersa (bisa) ah. Itu juga KUM baru ambil dua bulan untuk bangun rumah. Kan dikasih bahan bangunan dari desa seperti herbel, semennya, lemnya. Kalau itu (jamban) kan butuh modal untuk dibangun. Enggak kahontal (terkejar) cicilannya. Cicilan KUM saja 127 ribu. Kalau buat kamar mandi juga kan seratus ribu lebih seminggu kan jadi double. Engga kahontal jadi kalau lunas tinggal ambil lagi,” kata Ulfah.
Ibu satu anak ini mengaku belum membutuhkan kamar mandi dan jamban pribadi. Padahal ia dan keluarganya bisa enam kali ke sungai untuk mandi, mencuci, dan buang air besar.
Kondisi inilah yang mendorong LSM Water.org menggaet pemerintah daerah setempat juga 14 lembaga keuangan agar memfasilitasi akses air bersih dan sanitasi. Salah satunya Koperasi Karya Usaha Madiri (KUM) Syariah. Manajer Program Water Credit di Water.org, Kiki Amalia Tazkiyah, menyebut progam pinjaman untuk pembangunan sarana air dan sanitasi telah merambah 42 ribu rumah.
Sementara itu, Direktur Koperasi Karya Usaha Madiri (KUM) Syariah, Murthado, mengatakan warga yang mengambil kredit jamban tak perlu menjaminkan apapun. Ini demi memudahkan.
“Kita dari awal tidak pernah menganut jaminan dan penjamin. Baik yang produktif maupun investasi. Mengapa kita seperti itu? Salah satu kelemahan masyarakat miskin adalah ia ingin dapat modal tapi tidak punya jaminan. Jaminannya apa? Jaminannya harga diri saja saya mintanya. Kalau dia punya harga diri enggak mungkin enggak bayar,” kata Murthado.
Program kredit jamban yang digulirkan sejak 2016 ini sudah menghasilkan 1.195 sanitasi dengan biaya Rp4,3 miliar. Capaian tersebut berasal dari 17 daerah yang ada di Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.