Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sikap DPR dan Pemerintah yang berpandangan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai verifikasi faktual parpol tidak berlaku untuk Pemilu 2019 merupakan pandangan yang keliru.
Menanggapi hal ini, pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin berpendapat, KPU tidak boleh tunduk pada pandangan pembentuk undang-undang itu.
"Kalau KPU ikut DPR dan Pemerintah dengan tidak melakukan verifikasi faktual terhadap 12 parpol peserta Pemilu 2014, maka itu artinya KPU telah melakukan pembangkangan hukum terhadap Putusan MK," ujar Said kepadaTribunnews.com, Selasa (16/1/2018).
Implikasinya, Jika Pemilu 2019 diikuti 12 parpol peserta 2014 yang tak diverifikasi faktual terlebih dulu seperti Putusan MK, Pemilu 2019 harus dinyatakan cacat hukum, baik proses termasuk segala hasilnya.
Bagaimana mungkin verifikasi faktual dikatakan berlaku untuk Pemilu berikutnya, sedangkan Pasal 47 UU MK menentukan Putusan Mahkamah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang.
Artinya, terhitung sejak tanggal 11 Januari lalu KPU sudah terikat oleh putusan tersebut dan oleh karenanya wajib melaksanakan verifikasi faktual terhadap 12 parpol peserta Pemilu 2014.
Baca: Kubu Sudding: Partai Hanura Dikuasai Kutu Loncat
"Saya mengerti memang ada beberapa kondisi yang membuka peluang putusan MK tidak harus langsung dilaksanakan, tetapi hal itu bergantung pada uraian pertimbangannya," jelasnya.
Dia menambahkan, jika dalam pertimbangan Putusan disebutkan eksplisit berlaku ke depan, maka pelaksanaan putusannya memang bisa ditunda. Tapi kalau tidak disebutkan penundaan, maka sudah semestinya harus langsung dilaksanakan.
"Dalam Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 MK sudah secara tegas disebutkan bahwa verifikasi faktual terhadap seluruh partai politik dimulai untuk Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu selanjutnya. Ini clear sekali tidak ada multitafsir. Silahkan baca butir [3.13.6] pertimbangan Putusan MK dihalaman 112-113," ungkapnya.
Jadi kalau ada yang bilang putusan itu mulai berlaku untuk Pemilu 2024, maka kemungkinan besar yang bicara demikian belum membaca secara utuh putusan MK.