Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) Ferdinan Andi T Lolo memberi masukan kepada seluruh jaksa untuk menahan diri selama proses Pilkada.
Ia mengingatkan jaksa tidak memproses kasus hukum yang ditujukan kepada calon kepala daerah selama kampanye hingga pelaksaan Pilkada serentak 2018.
Pria yang akrab disapa Andi Lolo mengaku usulan itu didasarkan pada kekhawatiran kejaksaan hanya menjadi instrumen satu pihak untuk menjatuhkan elektabilitas pihak lain.
Baca: PAN Dorong RUU Perlindungan Data Pribadi Dimasukkan Dalam Prolegnas 2018
Baca: Soal Jenderal Polisi Jadi Pj Gubernur, Politikus PKB: Jangan Dorong TNI dan Polri Masuk Politik
Hal itu menurutnya sesuai arahan Presiden yang diimplementasikan Kejaksaan Agung dan Kapolri.
“Sesuai instruksi dari kami yang meminta Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi agar dapat menjaga stabilitas daerah untuk menahan diri supaya tidak melakukan tindakan yang tidak perlu yang dapat menimbulkan gejolak di masyarakat,” kata Andi Lolo di Kantor KKRI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2018).
Menurut dia, tindakan penegak hukum adalah magnet bagi masyarakat dan media serta bisa menjadi alat bagi kontestan Pilkada untuk menjatuhkan pesaingnya.
Baca: Soal Jenderal Polisi Jadi Pj Gubernur Jabar, Deddy Mizwar Singgung Ada Kontestan Mantan Polisi
Baca: Demokrat Pertanyakan Netralitas Polisi yang Ditunjuk Jadi Pj Gubernur Sumut dan Jabar
"Usulan kami itu bertujuan agar Kejaksaan tidak menjadi alat untuk saling menjatuhkan seperti yang sudah terjadi,” katanya.
Andi Lolo juga mengatakan jika Kejaksaan terseret dalam pusaran politik Pilkada akan semakin memperbesar potensi penyalahgunaan wewenang oleh jaksa.
Hal itu tercantum dalam UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan bahwa jaksa harus netral dan terikat dengan kode etik perilaku.
Namun, Andi Lolo menjelaskan usulan itu tidak menghalangi suatu perkara yang memang harus segera ditindaklanjuti untuk diperlambat prosesnya.
“Jaksa harus jeli melihat mana perkara yang memang harus dijalankan atau perkara yang bisa ditahan sampai akhir masa Pilkada. Muaranya adalah agar stabilitas politik terjadi dan menghindarkan jaksa dari pusaran politik,” katanya.
Andi Lolo mengakhiri ulasannya bahwa rekomendasi itu diberikan juga dipengaruhi pengalaman pada Pilkada Jakarta lalu di mana para kandidat calon mendapat laporan dari pihak lain yang mencoba menyeret mereka dalam kasus pidana.