Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) mengatakan pembahasan pasal pidana korupsi swasta atau korporasi berpotensi menambah beban kerja bagi Kejaksaan Agung.
Komisioner KKRI, Ferdinan Andi T Lolo mengungkapkan bahwa Kejaksaan sendiri belum memiliki gambaran akan seperti apa pasal pidana dalam KUHP itu jika jadi disahkan.
Baca: Alasan Fraksi PAN DPR RI Desak RUU Perlindungan Data Pribadi Masuk Prolegnas 2018
Baca: Komisi Kejaksaan Ingatkan Jaksa Tahan Diri Lakukan Proses Hukum Terhadap Calon Kepala Daerah
“Selama ini kan korupsi identik dengan penyelenggaraan negara, kalau diperluas ke sektor swasta jelas akan menambah beban kerja jaksa. Kamudian Kejaksaan juga belum menangkap gambaran lengkap definisi swasta dan korupsi oleh swasta itu seperti apa,” ungkapnya saat ditemui di Kantor KKRI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2018).
Pria yang akrab disapa Andi Lolo tersebut berpendapat bahwa pasal tersebut akan memberi dampak positif bagi perekonomian negara.
Karena dengan adanya pasal pidana korupsi swasta maka aktifitas korporasi tidak lahi dibebani biaya-biaya yang tidak diperlukan.
Baca: Jika Disetujui Parlemen, Goda Perempuan di Perancis Bisa Berujung Denda Rp 1,5 Juta
Baca: Berniat Tunjuk Jenderal Polisi Jadi Pj Gubernur, Wasekjen Demokrat Minta Jokowi Ingatkan Mendagri
“Misal biaya untuk perusahaan pemenang tender, kualitas pekerjaan lebih baik, dan persaingan sehat. Diharapkan nantinya perekonomian kita bisa maju seperti di Singapura, Hong Kong, Selandia Baru maupun Australia,” katanya.
Sebelumnya anggota Panitia Kerja (Panja) Revisi UU KUHP, Asrul Sani mengatakan pembahasan pasal pidana korporasi itu merupakan tindak lanjut dari ratifikasi Indonesia terhadap kesepakatan pasal pidana korporasi pada United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Asrul mengatakan meskipun Indonesia telah meratifikasi pasal pidana swasta di UNCAC namun di dalam negeri pasal itu masih menjadi norma hukum.
Dan rencanaya pasal pidana korupsi swasta akan dimasukkan dalam KUHP karena DPR RI tidak memiliki agenda revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.