TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun Muhammadiyah disebut Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebagai ormas yang harus diperkuat dalam kerja sama yang strategis oleh jajarannya, tak mendorong Muhammadiyah untuk menyombongkan diri dalam capaian dakwahnya.
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, prinsip yang harus dipegang teguh oleh Muhammadiyah adalah keikhlasan.
Cara pandang dan sikap ikhlas berjuang menjadi sendi dan modal spiritual bagi persyarikatan.
“Bagi kami orang mau mengakui Muhammadiyah atau tidak. Kami tetap jalan terus. Membanggakan diri atau minta diistimewakan, sama sekali bukan karakter Muhammadiyah,” tegas Haedar dalam keterangannya, Sabtu (3/2/2018).
Meskipun Muhammadiyah tidak dinomorsatukan, bukan berarti Muhammadiyah kehilangan sesuatu. Seperti dalam sehari-hari, hampir semua elite bangsa termasuk wartawan menyebut dua ormas besar adalah Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Baca: Ribuan Warga Muhammadiyah Salat Gerhana
NU disebut lebih dulu dibanding Muhammadiyah. Padahal kalau dilihat dari awal berdirinya, Muhammadiyah lebih dulu lahir daripada NU, begitu pun dari segi abjad. Huruf M lebih dulu dari pada N.
Demikian halnya dengan siapa yang lebih besar antara Muhammadiyah dan NU, tergantung dari sisi mana kebesarannya dinilai? Masing-masing punya keunggulan atau kualitas berbeda.
“Tapi kita nggak mempersoalkan itu. Yang penting Muhammadiyah terus bekerja yang terbaik untuk umat dan bangsa. Membanggakan diri atau minta diistimewakan, sama sekali bukan karakter Muhammadiyah," ujar Haedar.
Di alam demokrasi, tentu, pro dan kontra terhadap pendapat publik figur menjadi sesuatu yang lumrah. Menjadi kewajiban setiap warga untuk memandang pernyataan dan kenyataan secara proporsional. Dengan demikian energi bangsa tidak dihabiskan untuk memperbincangkan hal-hal yang tak sejalan dengan kemaslahatan umat dan bangsa.
“Saya husnuzhan saja. Mungkin maksudnya memberi apresiasi yang lebih tinggi saja,” jelas Haedar.
Karena itulah, Muhammadiyah pun tak mau larut dalam polemik pidato Kapolri. Meskipun demikian, Kapolri sebaiknya memberikan klarifikasi dengan mengundang semua ormas Islam untuk menghindari kesan negatif.
Yang dimaksud Kapolri, menurut Haedar Nashir tentu bukan untuk memecah belah, hanya memberi apresiasi tinggi kepada Muhammadiyah dan NU, tapi disertai pengecualiaan sehingga terkesan kurang seksama.
Muhammadiyah selama ini berupaya menggandeng tangan seluruh kekuatan bangsa. Walaupun, dipandang banyak pihak memiliki peran besar dalam memperkuat persatuan bangsa, Muhammadiyah tetap harus mawas diri.
Amal usaha nyata di lapangan pendidikan dan kesehatan tak berarti harus merasa puas. Masih banyak problem bangsa ini yang membutuhkan keterlibatan Muhammadiyah.
Berbagai inovasi pemberdayaan masyarakat dan misi-misi kemanusiaan yang dijalankan oleh Muhammadiyah, seringkali jauh dari hingar bingar pemberitaan. Karena bukan itu, yang menjadi tujuan Muhammadiyah.
Prinsip fastabiqul khoiroot, atau berlomba-lombalah dalam memperbanyak kebajikan, rupanya yang menjadi pegangan kokoh Muhammadiyah.