Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar mempertimbangkan pemberian bantuan hukum bagi Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko (NSW).
Nyono yang berstatus kader Golkar itu tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia terjerat kasus dugaan suap perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang.
Baca: Bupati Jombang Tersangka KPK, Golkar Akan Beri Sanksi Tegas
"Mengenai bantuan hukum, Partai tentu akan mempertimbangkan," ujar Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily, melalui pesan singkatnya kepada Tribunnews, Minggu (4/2/2018).
Anggota Komisi II DPR RI itu menegaskan siapapun berhak mendapatkan bantuan hukum.
Sehingga tentunya partainya akan mempertimbangkan untuk memberikan bantuan tersebut kepada Nyono.
"Karena bantuan hukum adalah hak dari semua warga negara, terlepas dia bersalah atau tidak bersalah," tegas Ace.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Baca: Sulit Selamatkan Diri, Kakek Terkena Stroke Tewas Terbakar Saat Mati Listrik
KPK pun kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).
Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.
Total ke tujuh orang tersebut diamankan dari 3 lokasi berbeda, yakni Jombang, Surabaya dan Solo.
Namun saat ini baru 2 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni NSW dan IS.
NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang.
Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.
Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama.
Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.
NSW diduga menerima himpunan dana dari 34 Puskesmas se-Jombang, yang masing-masing dipotong sebanyak 7 persen.
Pembagiannya yakni 5 persen untuk NSW selaku Bupati Jombang, 1 persen untuk Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS), dan 1 persen lainnya untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang.
Dana yang seharusnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas Jombang itu dikumpulkan melalui asosiasi berbentuk Paguyuban.
Kutipan 5 persen tiap Puskesmas itu dihimpun dan diberikan kepada NSW, satu diantaranya untuk membiayai iklan dirinya pada salah satu media di Jombang, terkait pencalonannya sebagai petahana pada Pilkada.
Sedangkan IS sebagai pemberi suap, memotong (mengutip) dana itu untuk diberikan kepada NSW demi mengamankan posisinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan.
Untuk NSW yang diduga sebagai pihak yang menerima suap, terancam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan untuk IS sebagai pihak yang diduga memberikan suap, terancam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.