TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku kecewa dan sedih terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hak angket DPR.
Diketahui, MK menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap Hak Angket, yang mana telah diputuskan KPK bisa menjadi objek angket oleh DPR RI.
"Kami merasa agak kecewa dengan putusannya karena judicial review itu ditolak," ujar Laode di luar ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).
Pantauan Tribunnews.com, Laode tak bisa menyembunyikan raut kekecewaannya.
Baca: Ketua DPR: Jangan Adu DPR dengan KPK dari Putusan MK
Ia beberapa kali juga menerawang ketika menjawab pertanyaan, seolah merasa heran dengan putusan ini.
Namun demikian, Laode mengatakan KPK tetap menerima putusan dari MK tersebut.
Ia hanya merasa heran lantaran dalam 4 putusan sebelumnya, MK menyatakan bahwa KPK bukan lembaga eksekutif.
Sehingga putusan akhir ini dinilai Laode bahwa MK tak konsisten.
Inkonsistensi MK ini menurutnya justru menjadi sesuatu yang menarik untuk ditelusuri dan dilihat.
"Dulu dikatakan KPK bukan bagian dari eksekutif, hari ini MK memutuskan bahwa KPK itu, dianggap bagian eksekutif. Menarik untuk kita lihat inkonsistensi dari MK," sambung Laode.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi juga mengaku sedih dengan putusan MK tersebut.
Namun, ia hanya menjawab singkat dan enggan menjabarkan lebih lanjut alasan kesedihannya.
"Saya belum bisa komen, tapi komentar satu kata saja. Sedih," ujar Setiadi.
Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap hak angket KPK.
Dengan putusan ini, MK menyatakan hak angket KPK yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat adalah sah.
"Menolak permohonan para pemohon," ujar Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).
Dalam uji materi ini, pegawai menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Para Pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pelaksana hak angket oleh DPR.
Namun dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah adalah lembaga eksekutif.