TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Gubernur Jambi, Zumi Zola, sebagai tersangka penerima gratifikasi Rp 6 miliar dari fee sejumlah proyek yang dikumpulkan Pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Arfan.
Uang tersebut di antaranya diperuntukkan sebagai uang "ketok palu" pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jambi Tahun Anggaran 2018.
Kuasa hukum Gubernur Jambi Zumi Zola, Muhammad Farizi, menyatakan kliennya dan pejabat Pemprov Jambi terpaksa memenuhi permintaan "uang ketok" tersebut karena adanya ancaman tidak disahkannya RAPBD Pemprov Jambi.
"Dari sisi hukum mencermati fakta yang ada masalah ini diawali dengan adanya pemaksaan berupa 'uang ketok' yang diminta oknum di DPRD. Ancaman yang diberikan adalah, mereka tidak akan hadir dalam rapat paripurna pembahasan RAPBD 2018 jika 'uang ketok' itu tidak dikabulkan," ujar Farizi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Baca: Seribu Akal Fredrich Selamatkan Setya Novanto, Surat Rawat Inap pun Dibuat Sebelum Kecelakaan
Menurutnya, Zumi Zola selaku gubernur dan beberapa pejabat Pemprov Jambi sempat menyepakati untuk tidak mengabulkan permintaan itu.
Namun pihak oknum DPRD tetap memaksa dengan ancaman serupa hingga akhirnya direalisasikan permintaan tersebut.
"Akhirnya pemaksaan itu dituruti," ungkapnya.
Zumi Zola berharap empat pejabat Pemprov Jambi yang telah ditetapkan tersangka dapat menceritakan adanya paksaan dalam proses pembahasan RAPBD Jambi 2018 itu kepada penyidik KPK.
"Nasi sudah menjadi bubur, fakta tak bisa dipungkiri, rekan-rekan pejabat pemerintahan Jambi diharapkan memberikan keterangan sejujur-jujurnya di depan penyidik KPK mengenai tindakan pemaksaan oleh oknum DPRD Jambi tersebut. Zumi Zola juga mengatakan bahwa pejabat pemerintah Provinsi Jambi murni menjadi korban dalam kasus ini," kata dia.
Farizi menceritakan awal mula kasus suap "uang ketok" pengesahan RAPBD Jambi 2018 hingga akhirnya turut menjerat Zumi Zola sebagai tersangka.
Sepengetahuan Zumi Zola, kasus suap tersebut berawal adanya desakan dari DPRD Jambi agar sejumlah proyek dimasukkan ke dalam RAPBD 2018 Pemprov Jambi.
Namun, Zumi Zola selaku gubernur menolak keinginan pihak DPRD itu. Sebab, keinginan pihak DPRD tidak melalui mekanisme.
Hal itu membuat pembahasan dan pengesahan RAPBD 2018 dari Pemprov Jambi berlarut-larut hingga akhirnya muncul permintaan "uang ketok" agar para anggota DPRD Jambi hadir dan mengesahkan RAPBD.