Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Reaksi masyarakat terhadap pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dinilai wajar.
Khususnya menyoroti pasal 122 huruf k yang mengatur soal kehormatan DPR dan anggota DPR.
Pengamat Politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, mengatakan pasal tersebut berbahaya dan dapat mengancam kebebasan masyarakat dalam menggunakan hak konstitusionalnya dalam mengawasi wakil rakyat.
Baca: Guru SD Pelaku Pencabulan di Jakarta Barat Disebut Sering Ajak Muridnya Nonton Video Porno
Kata 'merendahkan' di dalam pasal tersebut memiliki makna multitafsir.
"Kata 'merendahkan' itu kan luas sekali pengertiannya. Bisa diartikan "mengurangi, menjatuhkan, menurunkan, memperkecil, memandang rendah, mencela, menghina, menista, mencaci, memburukkan, dan seterusnya," ujar Said kepada Tribunnews.com, Rabu (14/2/2018).
Terlebih DPR tidak memiliki organ pengawas.
Kalau pun ada, imbuhnya, pengawasannya hanya dilakukan organ internal di lembaga Dewan bernama MKD.
"Jadi mereka mengawasi sesama mereka sendiri. Ini kan tidak ideal," jelasnya.
Baca: Fahri Hamzah: KPK Cocoknya di Korea Utara Jadi Aparatnya Kim Jong Un
Sebab itu, diperlukan pengawasan langsung dari masyarakat yang telah memilih mereka saat Pemilu.
Hal tersebut penting untuk mengawasi bila ada keputusan DPR yang keliru atau dianggap merugikan masyarakat dan menemukan ada perilaku tidak terhormat yang dilakukan Anggota DPR.
"Merendahkan itu kan impact saja. Dia lahir dari suatu rangsangan saraf atau perasaan. Orang akan memiliki perasaan tertentu ketika mendapatkan suatu kritik," katanya.