TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, merupakan sosok yang bisa menjadi 'kuda hitam' dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
Namun saat ini elektabilitas mantan Mendikbud tersebut masih berada di bawah 15 persen.
"Posisi kuda hitam ada di Anies," ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, di Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Baca: Penutupan Masa Sidang Paripurna Hanya Dihadiri 282 Anggota Dewan
Menurut Qodari, Anies bisa menjadi kuda hitam karena jabatan strategisnya sebagai Gubernur DKI Jakarta dan banyak disorot media massa.
Kondisi itu membuat Anies dikenal seluruh lapisan masyarakat. "Tetapi PR (pekerjaan rumah) banyak. Jadi kalau Anies buat kebijakan, kebijakan itu jadi sorotan, contohnya becak. Pembicaraannya berlanjut terus," ujar Qodari.
Namun berdasarkan survei yang dilakukan Indo Barometer pada 23-30 Januari 2018 di 34 provinsi dan jumlah responden 1.200 orang, elektabilitasnya masih jauh dibandingkan Presiden Joko Widodo yang mencapai 49 persen.
Margin error survei itu kurang lebih 2,83 persen dan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Saat dilakukan simulasi dua nama pilihan, Joko Widodo mendapatkan suara 49,9 persen dan Anies Baswedan 12,1 persen. Di sisi lain posisi Joko Widodo berada di zona kuning karena tingkat kepuasan terhadap kinerjanya hanya 60 persen.
"Sebanyak 60 persen ini lampu kuning. Kalau turun bisa 50 persen ke bawah," ujar Muhammad Qodari. Menurutnya ada 38,8 persen responden yang mengaku tidak puas terhadap kinerja Joko Widodo (Jokowi).
Dari distribusi kepuasan, kata Qodari, pemilih yang puas mayoritas 73,5 persen mendukung Joko Widodo, sementara publik yang tidak puas mayoritas 40,7 persen mendukung Prabowo Subianto.
"Jika dibandingkan dengan survei sebelumnya, tren tingkat kepuasan publik terhadap Joko Widodo fluktuatif, sejak survei nasional pada Maret 2015-November 2017, sempat melemah hanya pada September 2015," tutur Qodari.
Qodari menuturkan, lima alasan utama publik menyatakan tidak puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla adalah lapangan pekerjaan masih terbatas sebesar 13,4 persen, harga sembako belum stabil (7 persen).
Kemudian, biaya listrik semakin naik sebesar 5,5 persen, terlalu banyak impor 4,7 persen, dan terlalu banyak pencitraan 4,5 persen. "Kebanyakan yang tidak puas itu persoalan ekonomi," ucap Qodari.
Responden survei adalah warga negara Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih berdasarkan peraturan yang berlaku, yaitu minimal berusai 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah pada saat survei dilakukan.
Metode penarikan sampel menggunakan multistage random sampling, teknik pengumpulan datanya melalui wawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner.
Pilpres selesai
Indo Barometer menyebut jika Jokowi berpasangan dengan Prabowo Subianto, dipastikan dapat memenangkan Pilpres 2019 secara telak. Muhammad Qodari mengatakan terdapat tiga skenario Pilpres 2019.
Skenario pertama, dua pasangan calon yaitu Jokowi melawan Prabowo Subianto. Skenario kedua, Jokowi gabung Prabowo melawan pasangan lain. Kondisi itu dinamakan kuda catur alias zigzaz.
"Skenario ketiga, yaitu 3 pasang, Jokowi dengan Mr. X melawan Prabowo-Mr. Y, melawan kita sebut saja Mr Fulan dan Mr Fulin," ujar Qodari. Qodari menjabarkan, pasangan Jokowi-Prabowo berdasarkan hasil survei sangat kuat sekali jika melawan pasangan lainnya yang diusung partai politik.
Misalnya, Jokowi-Prabowo akan mendapatkan suara 48 persen saat melawan pasangan Budi Gunawan-Anies Baswedan sebesar 3,9 persen. Kemudian, Jokowi-Prabowo bisa mendapatkan suara 50,2 persen saat melawan pasangan Anies Baswedan-Budi Gunawan.
Lalu, Jokowi-Prabowo (49,5 persen) dihadapkan pasangan Gatot Nurmantyo-Anies Baswedan (4,5 persen). Jokowi-Prabowo (49,7 persen) versus Anies-Gatot Nurmantyo (4,2 persen), dan Jokowi-Prabowo (50,5 persen) melawan Jusuf Kalla-Anies (3,2 persen).
"Posisi Jokowi-Prabowo dipasangkan kuat sekali, angkanya 50 persenan, kalau ini terjadi saya bisa katakan Pilpres selesai," ucapnya. (tribunnetwork/sen)