TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kedua bos First Travel ( FT) dengan terdakwa pasutri Andhika Surachman dan Anniesa Hasibuan (AA) serta adik Anniesa, Kiki Hasibuan kembali digelar di PN Depok, Senin (26/2/2018).
Dalam sidang penasehat hukum terdakwa tidak menyampaikan eksepsinya namun menyampaikan surat permohonam penjualan aset yang oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa dilakukan sebelum proses persidangan pemeriksaan saksi dilakukan.
TM Luthfi Yazid selaku Kuasa Hukum para korban penipuan yang yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamatan Dana Umroh/TPDU dan yang pertama melapor ke Bareskrim menuturkan ada beberapa catatan pihaknya atas jalannya sidang kedua tersebut.
Baca: Jonru Bacakan Pembelaan, Pendukungnya Tertidur!
Pertama, kata dia sidang di PN Depok ini mesti terus digelorakan agar persidangan berjalan sebagaimana seharusnya, profesional, transparan dan akuntabel
"Kedua, kita berharap JPU dalam tahap pembuktian benar-benar dapat membuktikan yang didakwakan, seperti dakwaan penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Terutama aspek TPPU, saksi yang dihadirkan harus yang benar-benar tahu persis praktek TPPU para terdakwa. Jadi harus dihadirkan saksi yang benar-benar memberatkan para terdakwa agar hukumannya maksimal," papar Luthfi.
Ketiga, katanya selaku kuasa hukum para jamaah dan para agent yang membuat LP pertama di Bareskrim tgl 4 Agustus 2017, ia berharap agar Kemenag atau pemerintah tak lepas tangan begitu saja.
"Dulu pernah ada rencana untuk menarik pajak dari FT, jika itu dilakukan, sungguh keterlaluan, tidak sensitive dan tidak peka. Harus dicarikan solusi bagi para jamaah dan agent. Kemenag tahu kesehatan keuangan sebuah perusahaan umroh berdasarkan audit keuangan dari akuntan publik. Tetapi mengapa SK FT diperpanjang?" katanya.
Keempat, kata Luthfi para terdakwa, jangan hanya pasang badan, tapi juga harus mengembalikan uang para jamaah.
"Untuk itu, selain harta yang telah disita, juga dilacak jika hartanya dialihkan," katanya.
Dan kelima, tambah Luthfi, fakta bahwa penasihat hukum para terdakwa tidak menyampaikan eksepsi dan hanya mengatakan telah menyampaikan surat kepada Kajari Depok agar aset yang disita dijual.
Namun JPU mengatakan bahwa belum terima surat dan assetnya harus dikroscek dengan saksi-saksi terkait, sebab sebagian masih ada keterkaitan dengan pihak ketiga.
Disampaikan oleh pengacara para terdakwa agar 10 mobil yang disita dan juga rumah agar dijual untuk jamaah.
"Pertanyaanya, apakah mungkin menutupi kewajiban kepada para jamaah yang jumlahnya 63 ribu dengan nilai yang dibobol sampai Rp 900 Milyar? Adalah mustahil dengan uang segitu dapat menutup kewajiban terhadap para jamaah yang jumlahnya sangat massive tersebut? Sementara harapan jamaah adalah dikembalikan uangnya, dan para terdakwa dihukum seberat-beratnya," kata Luthfi.