TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah mendengarkan dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Rabu (28/2/2018), Anggota DPR RI Komisi XI periode 2014-2019, Aditya Anugrah Moha mengaku tidak akan mengajukan eksepsi atau pembelaan.
"Atas dakwaan yang dibacakan ada beberapa hal yang mau saya klaifikasi, karena sudah masuk point pokok perkara, kami lanjutkan tanpa eksepsi," kata Aditya Moha menanggapi dakwaan dari Jaksa.
Sama dengan kliennya, Taufik Akbar juga mengatakan pihaknya tidak akan mengajukan eksepsi sehingga sidang bisa dilanjutkan dengan pembuktian.
"Memang ada hal yang kami pikir keliru, tapi sudah masuk pokok perkara, mungkin dilanjutkan pembuktian, kami tidak eksepsi. Kami juga mau mengajukan izin untuk general checkup bagi klien kami, izin yang mulia," terang Taufik Akbar.
"Loh, terdakwa ini seperti masih muda, ada penyakit? ," tanya jaksa.
Baca: PAN Terus Monitor OTT KPK Terhadap Kadernya di Kendari
"Kebetulan ada penyakit yang perlu ditindaklanjuti yang mulia," kata Aditya Moha.
Alhasil hakim menerima surat permohonan checkup dari sidang akan dilanjutkan pada Rabu minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak jaksa.
Diketahui sesuai dengan surat dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Aditya didakwa telah menyuap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono total SGD 110.000
Suap ini diberikan beberapa tahap di Manado dan Jakarta, dengan tujuan agar ibunda dari Aditya, Marlina Moha Siahaan terdakwa perkara korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara tahun 2010 tidak ditahan dan divonis bebas.
Sebelumnya oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Manado, Marlina sudah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair pidana kurungan dua bulan dan membayar uang pengganti sebesar 1.250.000.000 dengan perintah agar terdakwa ditahan.
Atas putusan itu, kubu Marlina mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Manado lanjut menyuap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono untuk mempengaruhi putusan.
"Bahwa terdakwa Aditya Anugrah Moha pada 12 Agustus 2017 bertempat di rumah milik Sudiwardono di perumahan Griya Suryo Asri, Mantrijeron, Jogyakarta telah memberikan uang sejumlah SGD 80.000 kepada Sudiwardono agar tidak melakukan penahanan dalam tingkat banding pada perkara Marlina Moha," kata jaksa Ali Fikri saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kemudian, terjadi pembicaraan antara keduanya. Saat memberikan uang, Aditya Moha berujar : Ini khan uangnya sudah diserahkan, bagaimana tidak dilakukan penahanan atas ibu saya?
Sudiwardono kemudian menjawab SGD 80.000 hanya untuk tidak ditahan, kalau ibu kamu mau bebas harus tambah lagi, uang ini sebagaimana kesepakatan di Manado, nanti kita ketemu lagi.
Lantas Sudiwardono mengeluarkan surat yang pada pokoknya menyatakan selaku ketua pengadilan Tinggi Manado tidak melakukan penahanan pada Marlina Moha.
"Terdakwa Aditya Moha pada 6 Oktober 2017 bertempat di lantai 12 Hotel Alila, Pecenongan, Gambir, Jakarta Pusat kembali memberikan uang SGD 30.000 serta fasilitas kamar hotel dan menjanjikan pula uang sejumlah USD 10.000 kepada Sudiwardono dengan maksud mempengaruhi putusan perkara agar Marlina divonis bebas," ucap jaksa Ali Fikri.
Selanjutnya Aditya dan Sudiwardono bertemu di tangga darurat, Aditya menyerahkan SGD 30.000, sisanya USD 10.000 akan diberikan setelah pembacaan putusan vonis bebas bagi Marlina.
Usai penyerahan uang SGD 30.000, Aditya lanjut ditangkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Selain Aditya, tim KPK juga langsung menangkap Sudiwardono di kamar hotel lanjut dibawa ke KPK untuk diproses hukum.
Atas perbuatannya, Aditya Moha didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a , Pasal 6 ayat 1 huruf a, dan Pasal 13 Undang-Undang RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-Undang RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.