Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berpartisipasi di Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Sebagai kontestan, partai berlambang Ka'bah itu memandang pemilu sebagai sarana konsolidasi ke daerah.
Target ini tidak lepas dari situasi yang terjadi di partai itu.
Selama tiga tahun terakhir, energi para kader terkuras karena ada konflik di internal.
PPP merupakan salah satu partai yang sempat mengalami dualisme.
Dualisme PPP terjadi sejak Oktober 2014 saat muktamar di Jakarta dan Surabaya.
Muktamar Jakarta memilih Djan Faridz sebagai ketua umum, sedangkan Muktamar Surabaya memilih Muhammad Romahurmuziy sebagai ketua umum.
20 Latihan Soal Matematika Kelas 5 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Keliling Bangun Datar
Download Modul Ajar Serta RPP Seni Rupa Kelas 1 dan 2 Kurikulum Merdeka Lengkap Link Download Materi
Baca: Tiga Faktor yang Bisa Saja Membuat Jokowi Calon Tunggal Presiden
Namun, PPP versi Muktamar Jakarta tidak pernah menerima surat keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM.
SK diberikan kepada PPP versi Muktamar Surabaya.
Kementerian Hukum dan HAM memberikan SK Menkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PPP untuk kubu Romahurmuziy.
Atas keputusan itu, Djan Faridz sempat melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Akhirnya, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) dimenangkan.