TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan adalah ajaran agama Islam yang wajib disampaikan para ulama di bumi Indonesia.
Baik di era penjajahan, kemerdekaan, dan milenial sekarang ini, persatuan terus digaungkan para ulama demi untuk mengusir berbagai paham jahat dan kekerasan yang ingin merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Persatuan dalam konsepsi para ulama merupakan perintah Allah dalam Al Quran “wala tafarroqu” yang artinya jangan terpecahbelah. Bersatu adalah rahmat, bercerai-berai adalah adzab. Ini adalah landasan keagamaan para ulama. Jadi, persatuan adalah ajaran agama Islam yang harus disampaikan oleh para ulama kepada umatnya.” ujar Ketua PBNU KH. Dr. Marsudi Syuhud, Selasa (20/03/2018).
Dalam konteks kekinian, menurut alumni Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadiin Jember ini, peran ulama masih sangat dibutuhkan sebagai pilar pemersatu bangsa. Ulama yang bisa menjaga NKRI adalah ulama-ulama yang selalu dalam hati dan perilakunya mengutamakan persatuan dan kesatuan.
Ia mengungkapkan, saat ini peran ulama sangat dibutuhkan oleh bangsa ini untuk kembali menyatukan dan merajut potensi perpecahan bangsa. Apalagi akhir-akhir ini atau menjelang Pilkada serentak, banyak sekali gangguan yang merongrong persatuan dan kebhinnekaan Indonesia.
Contohnya adalah munculnya bibit-bibit perpecahan dan kekerasan terutama yang mengatasnamakan agama, yang bertujuan untuk menghancurkan keutuhan NKRI.
Kiai Marsudi Syuhud mencontohkan banyak negara yang hancur karena perpecahan masyarakat yang tidak bisa dibendung lagi.
“Banyak negara terpecah belah seperti Afghanistan sudah ratusan tahun terjadi perang saudara. Padahal mayoritas penduduk di sana beragama Islam. Perang di Afghanistan belum selesai, sudah pindah ke Irak. Kemudian Irak belum selesai perangnya sudah pindah ke Libya, dan terakhir di Suriah,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, Indonesia sudah lama memiliki potensi perpecahan seperti itu. Tapi berkat jasa para pahlawan dan ulama, berbagai serangan dan gangguan berhasil dihalau dari tanah Indonesia.
Yang pasti, tegas Kiai Syuhud, peran ulama dalam mendirikan dan menjaga NKRI ini sangat besar. Fakta ini tidak boleh dilupakan oleh generasi saat ini. Sebelum Indonesia ini terbentuk, ulama di Nusantara telah memiliki mimpi yang sangat besar untuk mendirikan sebuah bangsa yang besar.
Untuk mewujudkan impian itu, lanjut Kiai Syuhud, para ulama mengumpulkan umat dan membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan sebelum republik ini terbentuk seperti Nahdatul Wathan, NU, PERSIS, PUI, Muhammadiyah dan masih banyak lagi organisasi-organisasi Islam lainnya.
Organisasi keagamaan ini tidak hanya memiliki misi keagamaan saja tetapi berhasil menanamkan rasa nasionalisme kepada umatnya untuk bermimpi memiliki sebuah bangsa.
“Nahdatul Wathan sendiri merupakan organisasi yang pertama didirikan di negara ini yang memiliki makna kebangkitan tanah dan air. Tujuannya bagaimana agar kita memiliki negara dan bangsa, maka kiai NU ketika itu bermusyawarah keliling ke seluruh,” terang Kiai Syuhud.
Dalam proses detik-detik pendirian negara ini, jelasnya, ada dua momen penting yang tidak boleh dilupakan. Pertama, proses diskusi antara ulama dan para pendiri bangsa lainnya dalam BPUPKI untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara sampai terbentuknya ideologi bangsa, Pancasila sebagai landasan dasar negara Republik Indonesia. Ideologi bangsa ini merupakan salah satu sumbangsih ulama untuk bangsa ini yang wajib dijaga.
Momen kedua, menurutnya, pada saat penentuan siapa yang akan memimpin bangsa ini. Kebetulan di negeri ini ada dua orang yang menonjol yaitu Soekarno dan Hatta. Akhirnya disepakati dua pemimpin dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden.
“Dari kedua pemimpin tersebut mereka memiliki latar belakang yang berbeda, Soekarno adalah orang yang berjiwa nasionalis sedangkan Hatta adalah orang yang sangat agamis. Karena itu ulama-ulama meyakini negara ini akan menjadi kuat dengan adanya pemimpin yang bisa saling melengkapi satu sama lain,” jelas Kiai Syuhud.