Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permohonan pengajuan status Jutice Collabolator (JC) yang diajukan eks Dirjen Hubla, Antonius Tonny Budiono akhirnya terjawab.
Dalam sidang hari ini, Kamis (19/4/2018), Jaksa menyampaikan bahwa permohonan JC yang diajukan terdakwa Tonny telah disetujui oleh pimpinan lembaga antirasuah.
"Terdakwa ditetapkan sebagai Justice Collaborator berdasarkan surat keputusan pimpinan KPK nomor 685 tahun 2018," ucap Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Dodi Sukmono di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sebelumnya, jaksa juga menuntut Tonny dengan tuntutan 7 tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi dalam dakwaan primer dan dakwaan kedua," kata jaksa Dodi Sukmono saat membaca surat tuntutan.
Dalam menuntut, diungkap Dodi, jaksa juga melakukan pertimbangan. Hal yang memberatkan yakni jaksa menilai perbuatan Tonny tidak mendukung pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sementara itu, hal yang meringankan ialah
Tonny dianggap bersikap kooperatif, berterus terang, sopan dan menyesali perbuatannya. Selain itu, Tonny juga sebelumnya belum pernah dipidana.
Oleh Jaksa Penuntut Umum, Tonny dinilai terbukti menerima suap Rp 2,3 miliar dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
Uang itu diberikan terkait proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun 2016.
Selain itu, Tonny juga terbukti menerima gratifikasi berupa uang Rp 5,8 miliar. Kemudian, Uang 479.700 dollar Amerika Serikat, 4.200 Euro, 15.540 Poundsterling, 700.249 dollar Singapura, dan 11.212 Ringgit Malaysia.
Tidak hanya dalam bentuk uang, Tonny juga menerima gratifikasi dalam bentuk barang berupa jam tangan, cincing, keris hingga tombak.
Tonny terbukti melanggar Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.