Teka-teki tersingkap
Sampai malam, Mutiari belum juga pulang. Hari mulai bertanya-tanya. "Ah, mungkin dia sedang dimintai keterangan," ucapnya saat itu menghibur diri.
Namun sampai lewat tengah malam, Mutiari tak kunjung kembali. Hari pun gelisah. Ia langsung ke rumah Ayip, kepala produksi PT CPS, yang kenal cukup dekat dengan Mutiari.
"Di sana saya cuma menemui istri Ayip yang juga sama-sama kebingungan karena suaminya tak pulang."
Hingga seminggu kemudian, Mutiari tetap raib bak ditelan bumi. Hari dengan ditemani ayah mertuanya melaporkan hilangnya Mutiari ke Polsek Porong.
Sementara itu, Hari mendengar kabar angin, istrinya ditahan di Polda Surabaya. Tapi ketika ia datang ke sana, "Petugas reserse bilang tak tahu menahu. Malah, mereka menyarankan saya menghubungi Kodam dan Bakorstanasda. Saran itu saya turuti. Tapi di situ pun ia tak ada."
Dua minggu Hari bingung, panik, dan cemas. "Apalagi, dia sedang hamil 3 bulan," ujar Hari yang mempersunting Mutiari 5 Juli 1993. Secercah harapan mulai tampak ketika Hari membaca sebuah koran Ibukota terbitan Sabtu (16/10).
"Di situ disebutkan, Mutiari dijemput sejumlah petugas."
Tak menunggu lama, ia minta bantuan LBH Yayasan Persada Indonesia (YPI) untuk mencari kejelasan nasib istrinya.
Salah satu langkah yang kemudian ditempuh LBH YPI adalah melayangkan surat pengaduan pada DPRD Tingkat I Jawa Timur.
Selasa (19/10/1993) teka-teki lenyapnya Mutiari tersingkap. Beberapa petugas reserse Polda Jatim mendatangi rumah Hari di Banyuurip, Surabaya.
"Mereka mengabarkan, Mutiari sudah ditahan dua hari di Polda Jatim karena diduga ikut terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Tapi di mana Mutiari sebelumnya, tidak jelas. Untuk itu, kami akan usut sampai tuntas," tandas Taufik Risyah Hermawan, S.H., dari LBH YPI.
Benar saja. Kamis, dua hari kemudian, Hari beserta ayah-ibu Mutiari diberi kesempatan menjenguk Mutiari.
"Dia kurus banget. Wajahnya pucat. Dia bahkan belum ganti baju sejak ditahan. Tapi dia mengaku diperlakukan baik-baik sekaligus berharap bisa cepat pulang," tutur Hari.