Pintar memasak
Tak aneh bila Hari terkesan mati-matian memperjuangkan nasib istrinya. Dua sejoli ini sudah pacaran sejak mereka sama-sama duduk di bangku kelas III SMA 11 Surabaya.
"Anaknya luwes bergaul dan tidak membedabedakan teman," kenang Hari.
Setamat SMA tahun 1986, keduanya mendaftar di Universitas Airlangga, Surabaya. "Saya pilih Akuntansi dan Hukum, sedangkan dia ambil Hukum dan Psikologi. Dasar jodoh, kami malah sama-sama diterima di Fakultas Hukum. Kami pun makin tak terpisahkan," kenang Hari.
Masa kuliah, menurut Hari, terasa paling manis. "Mutiari tak pernah bosan memberi saya semangat agar cepat lulus. Dia juga banyak membantu saya dalam hal materi. Maklum, orangtua saya bukan orang berada."
Ada satu kenangan indah yang tak bakal dilupakan Hari sampai kapan pun.
"Waktu ikut KKN (Kuliah Kerja Nyata, Red.), keperluan hidup saya dikirim terus olehnya. Dan semua itu ia dapat dari hasil jualan masakan. Ya, Mutiari memang pinter masak. Apalagi kalau rawon atau rendang," tutur Hari sambil tersenyum.
Begitulah, pahit-manisnya masa kuliah mereka lakoni bersama hingga mereka lulus Januari 1991. Setengah tahun kemudian, tutur Hari, "Saya diterima bekerja di bagian promosi sebuah perusahaan swasta. Sedangkan Mutiari baru diterima di PT CPS, Januari 1992."
Setelah sama-sama sudah bekerja, "Barulah kami menikah." Semua berjalan lancar sampai terjadinya kasus Marsinah.
(Intisari-Online.com/Moh. Habib Asyhad)
Artikel ini pernah tayang di Tabloid Nova edisi Oktober 1993 dengan judul "Curahat Hati Ny. Mutiari: Saya Sama Sekali Tidak Bersalah" dan, Intisari-Online, Memperingati Hari Buruh: Begini Curahan Hati Mutiari, Salah Satu Terdakwa Kasus Pembunuhan Aktivis Buruh Marsinah