News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

May Day

Mengenang Marsinah, Ini Curahan Hati Mutiari Salah Satu Terdakwa Kasus Pembunuhan Aktivis Buruh

Editor: Suut Amdani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mutiari (kiri) dan Marsinah (kanan)

TRIBUNNEWS.COM - Ibu muda yang tengah hamil tiga bulan itu tiba-tiba kerap muncul di berbagai media massa. Ia dikabarkan lenyap tanpa bekas.

Belakangan diketahui, ia ditahan polisi karena diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Marsinah, buruh asal Sidoarjo, Jawa Timur.

Tapi benarkah, ibu muda itu benar-benar terlibat? Pertanyaan itu masih menjadi teka-teki hingga sekarang.

Perasaan Hari Sarwono, waktu itu masih 26 tahun, tercekat. Kamis (30/9/1993) malam itu, Mutiari, yang masih 26 tahun, istrinya, pulang dengan wajah pucat.

"Bukannya makan dulu seperti biasa, dia malah langsung sembahyang di ruang tengah," kenang Hari.

"Ya, Tuhan. Hamba-Mu mohon bantuan agar pembunuhnya segera tertangkap."

Doa itulah yang sempat didengar Hari dan bibir Mutiari.

Mutiari bersama suaminya ketika wisuda di Universitas Airlangga Surabaya (Tabloid Nova)

Hari-hari sebelumnya, Mutiari memang kerap pulang larut malam karena harus memenuhi panggilan Polres Nganjuk untuk dimintai keterangan.

Ini ada kaitannya dengan tewasnya Marsinah, buruh PT CPS Surabaya, 8 Mei 1993 silam. Hari mengaku maklum.

"Dia kan Kepala Personalia PT CPS, tak aneh kalau juga ditanya," ujar Hari.

Seusai sembahyang, Mutiari mandi dan pergi tidur. "Tapi dia tak bisa merem sedikit pun. Gelisah terus. Waktu saya tanya kenapa, dia malah nangis sesenggukan."

Setelah didesak, barulah ia buka mulut. "Saya kasihan sama Pak Yudi (direktur PT CPS, Red.). Dia ditangkap dan tak boleh pulang. Mas juga harus siap. Nasib saya mungkin seperti Pak Yudi," ucapnya seperti ditirukan Hari.

Firasatkah?

Esok paginya, Jumat, keanehan serupa juga dirasakan Tuni, waktu itu 47 tahun, ibu Mutiari. Sebelum berangkat kerja, tutur Tuni, "Dia pesan masakan ikan laut untuk makan malam. Saya sanggupi. Tapi terus dia bilang, ikannya dibungkus saja karena mungkin tak akan makan di rumah lagi."

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini