Berita Ini Sudah Mengalami Ralat dari Judul Sebelumnya: "Anggota DPR Amin Santono Bungkam saat Digiring ke Kantor KPK"
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Amin Santono, 69 tahun, celingak-celinguk begitu digiring petugas dari kantor KPK ke mobil tahanan, Jakarta, Minggu (6/5/2018) dini hari.
Kemeja abu-abunya yang dikenakannya telah berbalut rompi warna oranye bertuliskan 'Tahanan KPK'.
Tak sepatah kata keluar dari mulutnya saat dicecar oleh awak media saat ia digiring petugas menuju mobil tahanan sekira pukul 01.05 WIB.
Baca: Kronologi Penangkapan Amin Santono oleh KPK
Sesekali menoleh ke awak media yang terus mencecarnya. Sesekali ia menoleh ke seorang pria di sampingnya, yakni pengacaranya.
Sejumlah kerutan tampak pada wajah anggota DPR yang baru merayakan ulang tahun ke-69 tahun pada 25 April lalu itu. Ia memejamkan mata begitu cahaya kamera video menyorot wajahnya.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, Amin Santono selaku tersangka ditahan di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK K4. Anggota Dewan dari Fraksi Partai Demokrat itu ditahan selama 20 hari pertama masa penyidikan.
Anggota DPR RI Amin Santono adalah satu dari sembilan orang yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Bekasi, Jawa Barat, pada Jumat (4/5/2018) malam kemarin, karena dugaan terlibat suap. Empat di antaranya, termasuk Amin Santono ditetapkan sebagai tersangka.
Amin Santono selaku anggota DPR, Eka Kamaluddin selaku perantara suap, serta Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Dan Ahmad Ghiast selaku kontraktor asal Kabupaten Sumedang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Setelah Amin Santono, tiga tersangka lainnya menyusul ditahan oleh KPK. Eka Kamaluddin dan Yaya Purnomo ditahan di Rutan Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur. Sementara, kontraktor Ahmad Ghiast dititipkan di Rutan Polres Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Amin Santono, Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghiast ditangkap oleh tim KPK di area restoran steak di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Jumat malam. Ketiganya ditangkap usai serah terima uang Rp 400 juta dan ditemukan barang bukti transfer dana Rp 100 juta.
Selanjutnya, pejabat Kemenkeu Yaya Purnomo ditangkap di apartemennya di Bekasi, Jabar. Dia juga ikut dalam pertemuan di restoran di Bandara Halim dan meninggalkan lokasi lebih dulu sebelum kedatangan tim KPK.
Pemberian uang Rp 500 juta dari kontraktor kepada Amin Santono dkk diduga bagian commitment fee 7 persen (Rp 1,7 miliar) yang dijanjikan oleh kontraktor Ahmad Ghiast atas usulan dua proyek di Pemkab Sumedang senilai Rp 25 miliar.
Kedua proyek tersebut adalah proyek dinas perumahan, kawasan pemukiman dan pertanahan di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat senilai Rp 4 miliar dan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp 21,850 miliar.
Diduga Amin Santono bersama Yaya Purnomo dan Eka Kamaluddin bekerja sama meloloskan dua proyek tersebut ke dalam usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN Perubahan 2018 di DPR.
Diduga kuat sumber uang suap tersebut berasal dari urunan para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang.
KPK turut menyita barang bukti berupa logam mulia 1,9 kilogram, Rp 1,844 miliar termasuk Rp 400 juta dan bukti transfer Rp 100 juta yang diamankan di Bandara Halim, 63 ribu Dollar Singapura dan 12.500 Dollar AS. Sebagian besar barang bukti tersebut disita dari apartemen milik pejabat Kemenkeu Yaya Purnomo.
Amin Santono adalah anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat X (Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, dan Kota Banjar).
Saat ini, dia bertugas di Komisi XI DPR yang ranah tugasnya membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan dan Perbankan. Dia juga duduk sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Jauh sebelum terpilih menjadi anggota Dewan di komisi dan badan bidang anggaran itu, rupanya Amin Santono lama berkarir di Kemenkeu. Dia pernah menduduki posisi di Ditjen Moneter Kemenkeu (sebelumnya; Departemen Keuangan) pada 1973 hingga 1976 dan mendapat posisi di Ditjen Pajak Kemenkeu pada 1976 hingga 2002.