”Pertanyaannya, apakah jika ada pemimpin dari figur Islam moderat akan mampu meniadakan kasus-kasus tersebut? Apalagi jika presidennya kurang kredibel, apakah mungkin wakilnya efektif?” tanya Suhardi.
Siapa pun wapres yang dipilih, tegas Suhardi, akan sulit mengurangi atau menyelesaikan masalah bangsa jika kapasitas presidennya terbatas. Wapres hanya mampu berkontribusi mengantarkan ke pemenangan dalam pilpres.
”Jadi, andai Din Syamsuddin bisa didorong sebagai cawapres, ia pun harus memilih pasangan capres yang kredibel dan punya kapasitas untuk membawa kemajuan bangsa dan negara. Kalau tidak, dia justru akan terkena getah kegagalan,” katanya.
Din Syamsuddin, menurut Suhardi, adalah salah satu figur pemimpin Islam yang cukup senior. Selain memiliki kemampuan organisasi yang teruji, juga dikenal sebagai intelektual muslim yang memiliki jaringan internasional luas.
Ia juga paham masalah politik. Namun, pada sisi lain, pengenalan masyarakat terhadap Din masih terbatas. Terutama di pedesaan.
Sebagai orang bukan dari parpol, lanjut Suhardi, hal tersebut bisa menguntungkan tapi sekaligus juga menjadi keterbatasan. Terutama di tengah merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap parpol.
”Masalah lain, belum tentu parpol mau mencalonkan Din jika tidak ada deal khusus. Kecuali parpol yang memiliki kesamaan ide dengan dia,” pungkasnya.