TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kemenrisetk diminta melakukan upaya deradikalisasi sejak dini untuk membasmi gerakan terorisme.
Baca: Jelang Tengah Malam, Massa Aksi 115 Mulai Berdatangan di Masjid Istiqlal
Hal tersebut dikatakan Intelektual Muda Nahdlatul Ulama (NU) Ubaidillah Amin merespon aksi kerusuhan yang dilakukan narapidana kasus terorisme di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
“Soal terorisme pemerintah harus fokus di lembaga pendidikan umum, Mendikbud dan Menristekdikti harus membuat strategi gerakan deradikalisasi secara konkret, tak cukup dengan pendekatan hukum seperti saat ini. Benih-benih radikalsime itu dijejalkan dari usia muda,”kata Ubaidillah dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis(10/5/2018).
Ubaidillah juga meminta kepada pemerintah tidak hanya menggunakan pendekatan hukum dalam membasmi aksi terorisme.
Pendekatan hukum yang dimaksudkan ialah dengan Densus 88 Anti teror Polri, BNPT, dan lembaga dibawah kementerian koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam).
Ia melihat persoalan terorisme menjadi ancaman nyata bagi bangsa Indonesia. Pria yang saat ini juga menjabat sebagai Pengurus Pusat Pagar Nusa itu melihat, tindakan radikalisme harus dicari akar persebarannya.
Sejauh ini, ia menganalisa, tempat pendidikan yang steril dari ideologi radikal adalah lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang dimiliki oleh NU, Muhammadiyah, Persis, Al wasliyah dan ormas islam moderat lainnya.
Sedangkan benih-benih radikalisme akan sangat mudah masuk ke anak-anak muda yang ada di sekolah-sekolah umum maupun perguruan tinggi.
Masih kata Ubaidillah, data BIN terbaru telah mengemukakan data bahwa 39 % mahasiswa telah menjadi basis penyebaran radikalisme.
Contoh lain, terduga teroris yang tertangkap di Ngawi, Jawa Timur pada Desember 2016 lalu merupakan seorang mahasiswa.
"Fakta-fakta tersebut tentu harus disikapi dengan cara menetralisir virus-virus radikalisme yang nantinya berakibat tumbuh suburnya para teroris baru," jelas Ubaidillah.
Selain itu, terkait dengan kejadian kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok Jawa Barat, Ubaidillah menyebut bahwa ancaman terorisme di Indonesia sangatlah nyata.
Narapidana teroris di Mako Brimob menurutnya merupakan sebagian kecil dari para pelaku teror yang belum tertangkap.
Menyikapi hal ini semua pihak baik dari unsur pemerintah dan masyarakat sipil harus bergotong royong membumikan gerakan anti terorisme.
“Persoalan terorisme harus diperangi bersama, semua unsur negara harus memberikan perhatian serius. Masyarakat harus sadar bahwa aksi kekerasan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan, apalgi menghilangkan nyawa manusia,” tegas Ubaidillah.
Terkait gugurnya 5 anggota Densus 88 mabes Polri akibat kerusuhan itu, dirinya menyatakan turut berbela sungkawa.
Ia berharap kejadian serupa tidak terulang kembali.
Sebagaimana diketahui, selama 36 jam 155 narapidana teroris melakukan penyanderaan dalam kerusuhan di Mako Brimob. Mereka menyandera 10 orang anggota Polri.
Lima anggota polisi dinyatakan telah gugur karena luka bacok dan sayatan di sekujur tubuhnya. Lima anggota Polri gugur, sedangkan 5 orang lainnya berhasil keluar dalam kondisi luka-luka.