TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Seribu janji kalah berarti dengan satu bukti".
Di saat partai politik dan organisasi kemasyarakatan (ormas) lain berlomba-lomba menebar janji, apalagi menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu/Pilpres 2019, ormas Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Pujakessuma) Nusantara, justru memberikan bukti kepada masyarakat.
Salah satunya adalah pembagian ribuan sertifikat tanah kepada para pemiliknya. Ribuan sertifikat itu sebelumnya sempat “disandera” oknum aparat pemerintah desa.
Hal itu antara lain dilakukan Pujakessuma Nusantara di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dan kabupaten/kota serta provinsi lain di Indonesia belum lama ini.
Mengapa Pujakessuma Nusantara concern terhadap sertifikat?
“Karena sertifikat tanah merupakan modal dasar bagi masyarakat, apalagi masyarakat kurang mampu,” ungkap Ketua Umum Pujakessuma Nusantara Suhendra Hadi Kuntono dalam keterangan persnya, Minggu (12/5/2018).
Bila warga hendak membangun rumah, kata Suhendra, untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), syarat utamanya adalah sertifikat tanah.
Bila ada petani tidak punya modal untuk menggarap lahan, kata Suhendra, mereka juga bisa meminjam uang di bank dengan jaminan sertifikat tanah.
“Begitu pun para pedagang yang butuh modal usaha, mereka bisa meminjam uang di bank dengan agunan sertifikat tanah. Jadi, keberadaan sertifikat tanah ini sangat prinsip, dan bisa menimbulkan multiplier effect (efek ganda) untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” jelas Suhendra yang juga mantan Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam.
Menyadari hal itu, ketika mendapat pengaduan masyarakat yang resah dan terzolimi akibat dugaan pungli (pungutan liar) dan pemerasan oleh oknum aparatur pemerintah desa, Suhendra pun geregetan dan langsung bergerak bersama kader-kadernya untuk mempersuasi oknum-oknum kepala dusun dan kepala desa itu.
Sekaligus “mengancam” bila sertifikat-sertifikat tanah yang “ditahan” itu tidak segera dibagikan kepada para pemiliknya secara cuma-cuma, maka ia akan memperkarakannya secara hukum.
“Alhamdulillah, setelah kita persuasi, timbul kesadaran dari oknum-oknum itu untuk membagikan sertifikat-sertifikat yang sempat ‘disandera’ secara gratis kepada para pemiliknya. Pembagian sertifikat langsung kepada masyarakat itu kita fasilitasi,” papar pria low profile kelahiran Medan 50 tahun lalu ini.
Suhendra kemudian berkisah, ketika Presiden Joko Widodo membagikan 9.000 sertifikat tanah kepada masyarakat saat melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Jumat (24/11/2017), begitu Jokowi berserta rombongan kembali ke Jakarta, ribuan sertifikat yang diterbitkan dan dibagikan secara gratis itu kemudian ditarik kembali oleh oknum-oknum kepala dusun dan kepala desa.
Untuk mengambil seritikat yang “ditahan” itu, katanya, para pemilik harus menebusnya sebesar Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. “Bila tidak, sertifikat akan terus‘disandera’,” tukasnya.