News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus BLBI

Sidang Eksepsi Perkara BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung Digelar Hari Ini

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), yang menjerat terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), yang menjerat terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.

Pada Senin (21/5/2018) siang, sidang beragenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Persidangan beragenda pembacaan eksepsi," kata Hakim Yanto saat membuka persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).

Sebelumnya, di dalam sidang pembacaan dakwaan yang diadakan, Syafruddin didakwa karena dianggap telah menguntungkan orang atau kelompok tertentu dalam kasus ini.

Dia diancam pasal 3 UU RI 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Syafruddin merupakan Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Dia didakwa jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun dalam penerbitan SKL untuk BLBI.

Jaksa mendakwa Syafruddin sudah memperkaya pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim melalui penerbitan SKL untuk bank tersebut.

Jaksa mendakwa Syafruddin melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Jumlah piutang sebesar Rp 4,8 triliun itu sebelunnya menjadi salah satu aset milik BDNI yang disita untuk membayar pinjaman dari BLBI.

Selain itu, Syafruddin didakwa telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham. Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim telah melakukan misinterpretasi atas piutang tersebut. Kesalahan yang dilakukan Sjamsul membuat seolah-olah piutang tersebut sebagai kredit lancar.

Namun, Syafruddin telah membantah dakwaan jaksa tersebut. Menurut Syafruddin, surat dakwaan jaksa KPK tidak sah, karena tuduhan tersebut salah sasaran.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini