Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kemendag Khawatir Rancangan Permenkes Soal Rokok Kemasan Polos Bisa Ganggu Hak Pedagang

Kemendag belum dilibatkan dalam perumusan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Kemendag Khawatir Rancangan Permenkes Soal Rokok Kemasan Polos Bisa Ganggu Hak Pedagang
IMPERIAL COLLEGE
Ilustrasi rokok polos tanpa merek. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku belum dilibatkan secara resmi dalam perumusan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai turunan PP Nomor 28 Tahun 2024. 

Negosiator Perdagangan Ahli Madya, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Angga Handian Putra mengatakan pihaknya juga tengah memberi perhatian khusus terhadap aturan, utamanya soal kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Menurutnya regulasi itu bisa menyinggung perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang.

"Kemasan rokok polos tanpa merek ini dapat menyinggung perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang," kata Angga kepada wartawan, Jumat (20/9/2024).

Ia memandang, masih dibutuhkan studi ilmiah terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan kemasan polos dengan mengacu pada Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana Indonesia sendiri belum meratifikasi aturan global tersebut.
 
Kendati Australia menerapkan kebijakan ini, kata Angga, hal itu tidak bisa langsung diadopsi oleh Indonesia tanpa kajian mendalam. Sebab struktur perdagangan di Indonesia berbeda dengan negara lainnya.

"Kami membutuhkan studi ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain," ungkap Angga.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak boleh asal-asalan dalam mengikuti tren kebijakan dunia, termasuk soal FCTC.

Berita Rekomendasi

Jokowi menambahkan, ikut atau tidaknya Indonesia dalam FCTC akan lebih dulu dikaji secara komprehensif terkait dampaknya pada tenaga kerja.

Presiden juga memikirkan nasib petani tembakau yang terancam kehilangan lapangan kerja jika ratifikasi dilakukan. 

"Kita perlu memikirkan, ini yang kadang-kadang juga dilupakan kelangsungan hidup para petani tembakau, para buruh tembakau yang hidupnya bergantung dari industri tembakau. Ini juga tidak kecil, menyangkut orang yang sangat banyak," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden pada tahun 2016 lalu.

Baca juga: DPR Desak Kemenkes Tinjau Ulang PP 28/2024 dan RPMK soal Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI), Suhendro mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak ekonomi dari PP 28/2024. Menurutnya larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain, serta larangan menjual rokok secara eceran adalah aturan rancu untuk diberlakukan.

Dengan kondisi tersebut, Suhendro memaparkan, larangan terhadap produk tembakau yang ditegaskan dalam PP Kesehatan ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang sampai saat ini masih baru bertumbuh dari imbas pandemi beberapa tahun sebelumnya. 

"Kami mengikuti standar yang ada, tetapi jika larangan itu diterapkan, keberlangsungan hidup pedagang akan terancam," kata dia.

Suhendro juga menyoroti kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang akan menyulitkan konsumen dalam membedakan rokok legal dan ilegal. Padahal pemerintah semestinya memberikan edukasi yang menyeluruh untuk mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia, daripada mengeluarkan aturan yang dapat mematikan usaha rakyat.

"Hidup harus bahagia, dan edukasi adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat," tegas Suhendro.

(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas