Keberpihakan pemerintah dalam pengembangan ekonomi kerakyatan merupakan salah satu wujud penting dalam implementasi Sistem Ekonomi Pancasila.
Keterlibatan pemerintah tersebut demi menciptakan rasa adil di lingkungan masyarakat khususnya pelaku ekonomi kecil.
Isu ini mengemuka dalam Focus Group Discussion tentang “Sistem Ekonomi Pancasila” yang diselenggarakan oleh Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (24/5).
Pada kesempatan tersebut hadir beragam pemangku kepentingan lokal, seperti Pemerintah Provinsi NTB, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, NahdlatulWathan, Himpunan Pengusaha Indonesia, perwakilan petani, serta perwakilan pedagang. Selain itu, sejumlah akademisi dari perguruan tinggi juga ikut terlibat.
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menegaskan, kehadiran negara dalam mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan, sangat penting demi terciptanya keadilan. Hal itu harus dilakukan dalam mekanisme pasar.
Tanpa keterlibatan pemerintah, yang berpeluang terjadi adalah penguasaan pemilik sumber daya besar terhadap usaha-usaha kerakyatan dengan kategori mikro dan kecil.
“Untuk itulah negara harus hadir agar tercipta keseimbangan,” papar Arif dalam diskusi tersebut. “Jangan biarkan ekonomi rakyat yang bersifat gotong royong tertelan oleh pemilik modal dalam mekanisme pasar yang bebas.”
Di antara keterlibatan pemerintah, misalnya melalui akses permodalan maupun mengamankan mata rantai pasokan barang agar tidak dimonopoli oleh pemilik modal. Dengan demikian, ketersediaan barang bagi usaha kerakyatan tetap terjaga demi kesinambungan usahanya.
Arif menjelaskan, upaya melindungi dan mendorong usaha rakyat ini akan sangat baik bagi perekonomian secara makro. Misalnya, lanjut dia, tumbuhnya usaha rakyat tersebut akan menyerap tenaga kerja dalam skala yang luas.
Hal ini akan mendukung pencapaian pemerintah yang telah berhasil menurunkan tingkat pengangguran terbuka. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa posisi Februari 2018 mencapai 5,13 persen dari total angkatan kerja. Jumlah tersebut merupakan yang terendah sejak 1998.
Dengan semakin meningkatnya perekonomian rakyat, kemampuan produksi barang juga akan semakin tumbuh. Bagi perekonomian secara makro akan sangat baik, karena berpeluang menambah surplus produksi barang yang pada kuartal pertama tahun 2018 mencapai USD2,4 miliar.
“Selain itu, peluang dari peningkatan pendapatan primer juga ada,” ujar Arif.
Sebagai contoh, katanya, pemerintah mendorong atau bahkan mewajibkan usaha besar, terutama dengan status penanaman modal asing melibatkan usaha kecil dalam rantai nilai produksinya.
Kondisi ini, setidaknya, berpotensi sedikit menahan jumlah arus dana yang keluar dari dalam negeri lantaran tertahan oleh sektor usaha lokal yang dilibatkan.
Seharusnya, Arif menegaskan, dengan keterlibatan usaha kerakyatan yang berskala mikro serta kecil tersebut, neraca transaksi berjalan (currentaccount) yang mengalami defisit sejak 2012, dapat ikut terbantu.
“Di sinilah pentingnya kehadiran pemerintah dalam sistem perekonomian rakyat sebagai bagian dari strategi pembangunan yang terintegrasi,” paparnya.
Dia menekankan bahwa kehadiran negara dalam Sistem Ekonomi Pancasila merupakan bentuk keberpihakan kepada masyarakat luas. Hal ini penting agar tercipta keseimbangan dalam kehidupan berbangsa, sehingga yang terjadi bukan ketimpangan yang makin dalam.(*)