Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai salah satu gerakan Para Advokat yang mempunyai rasa tanggungjawab untuk membantu Perempuan dan Anak yang menjadi korban dalam Kekerasan dalam Terorisme, Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) sebagai mitra Komnas Perempuan, jelang 3 tahun dalam kiprahnya membela hak-hak Perempuan dan Anak secara Probono, terpanggil untuk mengambil peran memberikan masukan melalui diskusi panel bertajuk "Perempuan Dalam Terorisme", di Comedy Cafe, Thamrin City, Jakarta, Kamis (24/5).
Modus baru dalam aksi terorisme belakangan ini, menjadikan perempuan sebagai pelaku, bahkan dan melibatkan anak-anak, karena sebelumnya aksi-aksi teror berwajah maskulin dan menggunakan pendekatan patriarkal, belakangan aksi-aksi terorisme memanfaatkan perempuan sebagai pelaku dengan pendekatan feminin. Meskipun faktanya perempuan adalah pelaku, hakikinya mereka tetap korban. Korban dari ketidaktahuan dan ketidakberdayaan, lalu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki rencana keji dan sistematik untuk tujuan terorisme.
Kasus-kasus terorisme belakangan ini menempatkan perempuan bukan lagi sebagai "pemain pembantu" yang menyiapkan logistik dan perlengkapan perang, akan tetapi sudah "naik kelas" menjadi eksekutor dan pasukan perang. Bahkan, beberapa perempuan menjadi actor kunci pemenangan aksi terorisme.
"Karenanya, lewat diskusi panel, IFLC mencoba mendapatkan intisari dari persoalan keterlibatan Perempuan dalam Radikalisme dan Terorisme guna tercapainya suatu kesepakatan bersama," ujar Nur Setia Alam, Ketua IFLC, di sela-sela diskusi panel.
Nur Setia Alam menjelaskan bahwa ada tujuh poin intisari yang menjadi kesepakatan bersama, di antaranya adalah :
1. IFLC Mengecam keras segala tindakan terorisme di wilayah NKRI.
2. IFLC Menyampaikan dukacita yang mendalam terhadap keluarga yang menjadi korban dan mendoakan semoga keluarga yang ditinggalkan mendapa kekuatan serta penghibuan dari Tuhan Yang Maha Esa dan korban yang masih dalam perawatan memperoleh kesembuhan.
3. IFLC mendukung Pemerintah dan Penegak Hukum untuk bertindak tegas dan mengusut tuntas sampai ke akar – akarnya jaringan teror secara komprehensif dan cepat, sehingga gerakan radikalisme dan teorisme dapat dicegah dan dituntaskan.
4. IFLC mendorong untuk segera mengsahkan RUU Tentang Perubahan UU NO. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
5. IFLC mendorong perlunya upaya bersama untuk memperkuat solidaritas dan soliditas masyarakat dengan menyuburkan nilai-nilai toleransi, menghargai peredaan, menciptakan kedamaian serta mencegah kekerasan atas nama apapun.
6. IFLC mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersikap kritis dan tidak terpovokasi pada informasi, terutama politisasi dan penggunaan agama untuk justifikasi tindak kekerasan melainkan tetap menjaga dan mempereat persatuan dan kesatuan yang solid.
7. IFLC mendukung adanya pendidikan terpadu sejak dini yang lebih mengedepankan semangat, cinta dan melindungi NKRI sebagai tanah tumpah darah.
Dengan adanya pernyataan sikap sebagai output dari Diskusi Panel ini diharapkan mampu memberian masukkan kepada seluruh lembaga terkait untuk dapat terus memperjuangkan keadaan aman dan nyaman, juga meminimalisasi adanya perempuan dan anak yang menjadi korban dari satu kegiatan terorisme.
IFLC pun juga mengharapkan bahwa perlu menjadi satu kesepakatan bersama untuk menghentikan dan menghapuskan terorisme dalam berbagai wujud dan manifestasinya. Diskusi panel juga menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Kombes Pol Dra Sri Suari Wahyudi Msi (Divisi Humas Polri), Yuniyanti Chuzaifah (Wakil Ketua Komnas Perempuan), KH Yusuf Supendi (Pakar Agama Islam), Saor Siagian (Advokat dan Pakar Hukum), dan Sadarestuwati (Anggota DPR RI FPDI Perjuangan).