Ketua Komisi II Zainudin Amali menambahkan, DPR beserta pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah bersepakat agar KPU berpedoman pada Undang-Undang Pemilu.
Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana.
Standar Ganda
Wahyu Setiawan juga mengungkapkan adanya standar ganda dari Komisi II DPR dalam menyikapi larangan eks narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.
Baca: Awalnya Hendak Mengajak Bermain, Bocah Grace Malah Tewas di Tangan Kakak Temannya Sendiri
Ia mengaku heran dengan sikap Komisi II yang keberatan dengan rancangan Peraturan KPU soal larangan mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri jadi anggota DPR ataupun anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Padahal, aturan yang sama sebelumnya juga sudah disetujui Komisi II untuk pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Uniknya adalah, kenapa Komisi II meloloskan untuk DPD. Peraturan KPU untuk DPD itu syaratnya sama sudah diloloskan dan tidak ada persoalan," kata Wahyu dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (26/5/2018).
"Tapi kalau pencalonan DPRD dan DPR, itu kok lebih bersikap (menolak)," tambah dia.
Wahyu mengaku sengaja mengungkap standar ganda yang diterapkan oleh Komisi II DPR ini agar publik yang menilai. Ia mempersilakan publik untuk menilai.
"Ini publik harus tahu ada apa," kata Wahyu.
Meski demikian, Wahyu percaya semua pihak berkomitmen memberantas korupsi.
Ia juga yakin, semangat partai juga begitu.
"Kenapa tidak didukung saja KPU (membuat aturan larangan mantan narapidana menjadi caleg)," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat menginginkan tokoh yang bersih. Apalagi, tahun depan adalah pemilihan legislator dan presiden. '
"Semuanya berkomitmen memberantas korupsi," ucapnya.