News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Istana Bantah Ada Kepentingan Politik di Balik Pertemuan dengan Aktivis Kamisan

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Johan Budi

Laporan Reporter Kontan, Sinar Putri S Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Juru bicara Istana Negara menyatakan tidak ada unsur politis dalam pertemuan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) dengan aktivis hak asasi manusia (HAM) yang kerap melakukan aksi Kamisan. 

Seperti diketahui, pada Kamis (31/5/2018) di Istana Negara, Jokowi dan jajarannya menemui 22 aktivitas Kamisan. Pertemuan dilakukan pada pukul 15.00 WIB.

Juru Bicara Presiden Johan Budi mengatakan, pertemuan hari ini sebetulnya sudah lama digagas  Presiden.

"Presiden sampaikan sudah dua kali upaya ini diusahakan, tetapi tidak tahu miss-nya ada dimana, sehingga baru kali ini ketemu," ungkapnya di kompleks Istana Negara, Kamis (31/5/2018).

Dalam kesempatan kali ini, ia menyampaikan, Presiden ingin mendengar secara langsung bagaimana dan apa yang terjadi terhadap para korban pada kasus HAM yang disampaikan.

"Jadi mendengar dulu, kemudian harapan atau tuntutan yang disampaikan ke Bapak Presiden," lanjut Johan.

Usai pertemuan, Presiden Jokowi berjanji akan segera memanggil Jaksa Agung dan Menko Polhukam untuk membicarakan mengenai apa yang disampaikan perwakilan korban beberapa kasus HAM di masa lalu.

Presiden juga memperlihatkan berkas kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu seperti Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa, 13-15 Mei 98, Talangsari, Tanjung Priok, dan tragedi 65.

Baca: Disindir Mahfud MD Lahirkan 2 Koruptor Besar, Petinggi PKS: Matur Nuwun Nasehatnya di Bulan Ramadhan

"Jadi saya rasa memang tidak ada kaitannya dengan tahun politik," kata Johan.

Salah satu aktivis yang hadir Maria Catarina Sumarsih juga menampik dikaitakan dengan politik.

"Kami keluarga korban yang tergabung tidak pernah dukung-mendukung capres dan cawapres," katanya dalam kesempatan yang sama.

Dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang HAM mengatakan, kasus-kasus pelanggaran HAM berat tidak kenal kedaluwarsa.

"Jadi siapa pun yang jadi Presiden, kami berhak untuk melakukan penuntutan dan Presiden wajib selesaikan kasus pelanggaran HAM berat baik masa lalu atau masa kini," katanya.

 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini