TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak untuk meminta maaf dan menurunkan video tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia di era pemerintahan Soeharto, sebagaimana diminta oleh kelompok Cinta Soeharto Sejati (CITOS Indonesia).
“Kami tidak merasa perlu meminta maaf dan menarik video tersebut,” kata Andy Budiman, caleg sekaligus Ketua Tim Komunikasi PSI, Sabtu (2/6/2018).
“Isi video tersebut sepenuhnya mengandung kebenaran tentang praktek-praktek pelanggaran HAM di era Orde Baru dan kami membuatnya agar rakyat Indonesia sadar akan masa lalu yang kelam yang tak boleh kita ulang kembali,” Andy menambahkan.
Pernyataan PSI itu dilontarkan setelah sehari sebelumnya (1 Juni 2018), CITOS menyatakan akan mensomasi PSI atas video pelanggaran HAM di era Pak Harto tersebut.
Baca: PSI Harap Penanganan Tindak Pidana Pemilu via Jalur Hukum Jadi Pilihan Terakhir
CITOS menuntut PSI meminta maaf dan menarik video tersebut dari semua platform media sosialnya.
Bila tidak, CITOS mengancam akan memperkarakan PSI secara hukum dengan tuntutan pencemaran nama baik Pak Harto.
Dalam konferensi persnya CITOS menuduh PSI secara sengaja dan terencana berusaha melakukan stigmatisasi negatif terhadap pak Harto.
Di mata CITOS, video PSI itu bukan hanya berlebihan, tetapi terlalu mendramatisasi dan jauh dari fakta kebenaran.
Andy Budiman menyatakan PSI tidak menyerang Pak Harto secara personal, melainkan praktek-praktek politik yang akhirnya membawa pada jatuhnya Pak Harto pada Mei 1998.
Andy juga menyatakan apa yang disajikan di video tersebut merujuk pada fakta sejarah yang sudah dikenal publik secara luas.
“Saya minta CITOS menunjukkan bagian mana dari video kami yang jauh dari kebenaran. Kita diskusikan terbuka saja,” ujarnya.
Menurut Andy, video yang dipersoalkan CITOS hanyalah satu dari serangkaian video dengan hashtag #Mei98JanganLagi yang khusus diproduksi PSI untuk mengenang 20 Tahun Reformasi di bulan Mei.
Sepanjang Mei 2018, PSI setiap hari mengunggah video 1 menit tentang berbagai praktek kotor di masa Orde Baru seperti pelanggaran HAM, Daerah Operasi Militer, penindasan umat Islam, penculikan aktivis, KKN, pemberangusan pers dan kebebasan berekspresi, BPPC, dan sebagainya.
Andy menyatakan video itu adalah bagian dari upaya pendidikan politik bagi kaum muda yang mungkin terkecoh dengan upaya pembangunan opini bahwa kondisi Orde Baru jauh lebih baik dari kondisi Indonesia setelah menjalani demokratisasi sejak 1998.
“Upaya penyesatan opini ini harus dilawan. Karena itu PSI merasa bertanggungjawab untuk mengingatkan sekaligus menginformasikan tentang kejahatan-kejahatan Orde Baru," ujar Andy.