TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Syarat jabatan presiden maksimal dua periode dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Para penggugat mengajukan gugatan terhadap Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bagaimana peluang Mahkamah Konstitusi menangani uji materi tersebut?
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, meyakini hakim MK kemungkinan besar akan menolak uji materi tersebut.
“Secara hukum, peluang JK menjadi cawapres sudah tertutup. Saya yakin permohonan ini akan ditolak MK,” ujar Refly, dalam sesi diskusi Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) berjudul Gugatan Batas Masa Jabatan Presiden/Wapres Untungkan Siapa di Jakarta, Sabtu (9/6/2018).
Baca: Dua Sedan Asal Jepang yang Usianya 10 Tahun Tetap Jadi Favorit di Bursa Mobkas
Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan presiden dan atau wakil presiden hanya boleh menjabat selama 2 periode dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak.
“Pembatasan masa jabatan Presiden/Wakil Presiden mengacu pada perjuangan reformasi yang menginginkan batas jabatan Presiden/Wakil Presiden hanya dua periode saja,” kata dia.
Sedangkan secara politik, menurut dia, uji materi ini menunjukkan ada dua arus yang menginginkan JK kembali menjadi wakil presiden dari Jokowi.
“Yaitu, pertama orang-orang di lingkaran JK. Kedua, gugatan ini dihembuskan oleh lingkaran Jokowi sendiri, karena mencari sosok cawapres yang tidak bisa menjadi potensial capres di Pemilu 2024,” tuturnya.
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Federasi Pekerja Singaperbangsa, Muhammad Hafidz dan Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi, mengajukan uji materi syarat jabatan Presiden/Wakil Presiden ke MK.
Gugatan ini diajukan, karena JK, yang saat ini menjabat wapres, tidak bisa menjadi peserta Pilpres 2019. JK tidak bisa menjadi peserta Pilpres, karena terbentur konstitusi dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilu.
Untuk itu, penggugat mengajukan gugatan terhadap Pasla 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.